REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan mendorong percepatan reformasi struktural pada 2015. Hal tersebut dilakukan karena selama ini Indonesia memiliki kendala kapasitas produksi.
Asisten Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Muslimin Anwar mengatakan, kendala kapasitas produksi menyebabkan ketidakseimbangan makroekonomi. Karena permintaan yang tinggi tidak diseimbangi oleh pasokan.
"Industri di Indonesia tak bisa mengimbangi kebutuhan yang sifatnya berteknologi tinggi," ujar Muslimin, Sabtu (24/5).
Ia mencontohkan, permintaan ponsel dari Indonesia sangat tinggi. Permintaan tersebut saat ini dipenuhi dengan impor ponsel. Karenanya, defisit transaksi berjalan meningkat.
Menurut dia, defisit transaksi berjalan sensitif terhadap permintaan domestik. Solusi untuk hal tersebut adalah reformasi struktural. Dalam agenda BI, terdapat tiga pilar yang akan dilakukan.
Pertama adalah memperkuat basis pembiayaan pembangunan. Muslimin mengatakan, upaya yang dilakukan adalah mendorong transaksi repo antarbank.
Kedua adalah meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Upayanya adalah menjadikan seluruh wilayah di Indonesia sebagai sebuah ekosistem inovasi berbasis industri.
"Kita harus jadi bagian dari value chain. Misal untuk gadget, kita harus bisa memproduksi salah satu bagiannya, misal chip-nya," ujarnya.
Pilar ketiga adalah memperkuat kemandirian ekonomi nasional. Hal tersebut dapat terjadi apabila terdapat ruang fiskal.
Adanya ruang fiskal akan mendorong produktivitas ekonomi dan pertumbuhan berkesinambungan. "Siapa pun presiden dan tim ekonominya yang akan terpilih, diharapkan reformasi struktural dipercepat," ujarnya.