Senin 26 May 2014 18:20 WIB

Zakat dan Kemiskinan Multidimensi (1)

Pemulung cilik berjalan saat mencari sisa sampah di kawasan Jakarta Timur. Bank Dunia melaporkan sekitar 870 juta orang hidup sangat miskin di seluruh dunia.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pemulung cilik berjalan saat mencari sisa sampah di kawasan Jakarta Timur. Bank Dunia melaporkan sekitar 870 juta orang hidup sangat miskin di seluruh dunia.

Oleh: Laily Dwi Arsyianti*

Kemiskinan merupakan sebuah konsep multidimensi. Shirazi (1994), Narrayan (2000), dan Pramanik (1993) mengungkapkan, kemiskinan merupakan sebuah istilah yang fleksibel dan tidak bisa dilihat dari satu arah saja.

Mereka mengemukakan bahwa kemiskinan bisa menggambarkan situasi di mana seorang individu tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka pada suatu tingkat yang dikatakan 'nyaman'.

Dengan demikian, ukuran kemiskinan tidak hanya dilihat dari segi ekonomi saja, melainkan juga secara sosial, psikologi, dan kondisi spiritual. Lebih jauh lagi, penentuan garis kemiskinan juga membutuhkan informasi tingkat kelahiran, tingkat kekurangan gizi, tingkat pendidikan dan kondisi di sekitar rumah.

Secara umum, mereka menyimpulkan bahwa kemiskinan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, politik, dan pertanian.

Sementara itu, dalam Oxford Dictionary of Economics (Black, 2003), kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup dari konsumsi. Namun kondisi ini sangat tergantung dari kondisi negara yang bersangkutan.

Pramanik (1993) juga menggunakan istilah standar hidup dalam mendefinisikan kemiskinan. Menurutnya, standar hidup yang dimaksud sangat bergantung pada tingkat kesejahteraan yang bersangkutan.

Pramanik (1993) lebih jauh menjelaskan bahwa orang miskin adalah seseorang yang memiliki pendapatan sangat rendah sehingga kesulitan untuk membeli produk dan menikmati layanan yang layak seperti kebutuhan dasar makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan yang baik.

Definisi ini juga didukung oleh pendapat Todaro (1997) yang merefleksikan kemiskinan absolut yang dilihat dari ketidakmampuan pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar secara layak.

Hagenaars (1986) mendefinisikan kemiskinan dari ketidakmampuan dalam memuaskan kebutuhan dasar.

*Dosen Ekonomi Syariah FEM IPB

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement