Senin 26 May 2014 19:46 WIB

PBNU Tolak Aksesi Tembakau

Rep: Indah Wulandari/ Red: Joko Sadewo
Pohon Tembakau
Pohon Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyesalkan sikap Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang bersikukuh meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

 

“Jika ternyata nanti presiden menyetujui dan mengaksesi FCTC, itu sebuah bencana besar bagi dunia pertanian di Indonesia,” kata Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU Andi Najmi Fuaidi, Senin (26/5).

 

Bencana besar karena tembakau adalah sedikit dari sisa tanaman yang bisa dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Pembatasan penanamannya akan memukul kehidupan petani dan masyarakat terkait lainnya.

 

“Satu yang harus dicatat pemerintah sebagai pertimbangan, komoditi tembakau memberikan sumbangan yang tidak kecil untuk pemasukan negara melalui cukai. Harus diakui juga bahwa tembakau menjadi andalan perekonomian jutaan masyarakat Indonesia,”  jelas Andi.

 

Alasan lain penolakan aksesi FCTC, masih kata Andi, karena menanam tembakau sudah menjadi budaya turun temurun di kalangan petani di Indonesia. “Tidak mudah meminta petani kita beralih ke komoditi tanam lain, karena bagi mereka menanam tembakau adalah warisan leluhur,” tegasnya.

 

Atas apa yang disampaikannya, Andi mendesak Pemerintah Indonesia tidak lemah dalam menghadapi tekanan-tekanan asing yang dinilai menggunakan isu perlindungan kesehatan sebagai kedok.

 

LPBH NU juga mendesak Pemerintah menerbitkan regulasi terkait pertembakauan yang sesuai dengan kondisi industri di Indonesia, karena karakteristik yang memang berbeda dengan negara-negara lain.

 

“Kami, LPBH PBNU, juga mendesak kepada DPR dan Pemerintah mendatang untuk memprioritaskan pembahasan dan pengesahan RUU Pertembakauan, yang mana itu adalah bagian dari perlindungan terhadap petani dan warisan budaya Indonesia,” papar Andi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement