REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jabar meminta pemerintah melindungi nasib nelayan tradisional.
Hal itu diungkapkan Ketua DPD HNSI Jabar, Ono Surono, menyikapi adanya puluhan nelayan asal Rembang dan Juwana, Jateng, yang ditangkap Polair di Kota Baru, Kalimantan Selatan. Dia berharap, pemerintah segera membebaskan para nelayan tersebut.
"Mohon kepada pemerintahan SBY-Boediyono, diakhir masa jabatannya, untuk sedikit saja menoleh kepada nelayan asal Rembang dan Juwana yang ditangkap (Polair). Bebaskan mereka demi Bangsa Indonesia,’’ tegas Ono, Senin (26/5).
Ono mengungkapkan, pemerintah telah menerbitkan Inpres No 15 Tahun 2011 tentang Perlindungan Nelayan. Namun, dia menilai, aturan tersebut hanya menjadi pajangan bagi pemerintah karena kenyataannya banyak nelayan yang justru tidak terlindungi.
Ono menyebutkan, bukti bahwa pemerintah tidak melindungi nelayan, di antaranya terlihat pada munculnya kasus seorang nelayan Kabupaten Subang yang dipenjara enam bulan karena tidak memiliki surat-surat kapal. Selain itu, enam kapal asal Brebes di Lampung disita negara melalui vonis pengadilan karena tidak punya izin andon.
Adapula satu kapal asal Tegal ditangkap di Semarang karena indikasi ukuran kapal yang tidak sesuai dengan surat ukurnya. Padahal, surat itu dikeluarkan kantor Syahbandar. Kasus terbaru, adanya kasus penangkapan nelayan di Kota Baru.
"Ini membuat kami prihatin," tutur pria yang juga menjadi caleg terpilih DPR RI dari PDIP itu.
Menurut Ono, selama ini pembangunan di bidang kelautan dan perikanan berorientasi pada penegakkan hukum bagi nelayan-nelayan tradisional. Padahal bagi mereka, mencari ikan di laut baru sebatas bertujuan menyambung hidup keluarganya, dan bukan untuk mengeruk kekayaan negara.
Sementara itu, Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana, membenarkan adanya penangkapan 66 nelayan yang menggunakan empat sampai lima kapal asal Rembang dan Juwana, Jateng, oleh Polair di Kota Baru, Kalimantan Selatan, Sabtu (24/5). Dia mengaku mengetahui hal itu dari laporan SNI Jateng.
"Kami belum tahu alasan penangkapan itu. Kami minta Pak Menteri (KKP) melindungi dan membebaskan nelayan," tegas Budi, saat dihubungi Republika melalui telefon selulernya, Selasa (27/5).
Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh konfirmasi dari Polair di Kota Baru, Kalimantan Selatan.