Selasa 27 May 2014 22:47 WIB

Agnes Purwanti: Islam Muara Pencarianku (2-habis)

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Kepuasan batin ia temukan usai berjilbab.

Lulusan Sastra Jawa ini membuat keputusan untuk membenahi hidup. Yang pertama kali ia lakukan adalah memutuskan pacarnya yang menjadi pelayan gereja.

Di sisi lain, ia merasa terimpit, seorang habib yang menjajikan akan membantu saya bersyahadat tak kunjung datang. “Saya tiba lagi di masa keterpurukan. Pacar pun hilang,” tutur Agnes.

Di tengah kehampaan, dengan penuh harap ia sempat meminta kepada Allah SWT dipertemukan dengan pasangan hidup. Keesokan harinya, Agnes benar-benar dipertemukan dengan laki-laki yang menjadi suaminya sekarang.

Setelah menjadi Muslim dan menikah pada 2010, banyak perubahan yang membuatnya kaget dan membuatnya lupa mempelajari Islam. Islam hanya sekadar menjadi pengisi kolom agama dalam KTP.

Berjilbab

Agnes sempat bimbang dengan pilihan yang dibuatnya sendiri, segera berjilbab atau tidak sama sekali. Keputusan jatuh pada berjilbab.

Saat itu, kata Agnes, kerudung yang ia gunakan hanya sekenanya. Hingga pada awal 2012, ia menghadapi masalah serius dalam rumah tangganya.

Liku-liku hidup ternyata bisa dihadapinya karena sebuah perubahan kecil yang tak ia sangka. Berniat mengawasai suaminya melalui Twitter menjelang Ramadhan 2012, Agnes malah disentil dengan tweet yang membuat panas hati tapi menyadarkan.

“Saya pikir ini apa sih @pedulijilbab dan @felixsiauw, sok tahu banget,” ungkap warga Kukusan, Depok, ini. Sampai akhirnya ia sadar, jika ia tidak menerapkan Islam secara total dalam hidupnya, semua akan sama saja, berantakan dan hampa.

Ia memulai perubahan dari cara berpakaian. Keraguan jilbab akan membuatnya panas dan tidak gesit terpatahkan sendiri.

Ia malah merasa nyaman dan ringan. Awalnya, hanya terkesan berganti kostum. “Saya merasakan efeknya, masya Allah luar biasa,” jelas Agnes.

Selanjutnya ia dengan mudah sepenuhnya berhenti merokok, meninggalkan banyak hal sia-sia, tidak lagi sering gelisah dan marah, dan bisa menerima konsep “istri berjuang dari belakang”. “Tadinya konsep itu tak adil, seperti merendahkan martabat perempuan,” ungkapnya.

Ibu dari Bandhura Nafeeza Mahajingga, Gaurapadme Awatara An Naffi, dan Ahmad Makkawaru Pusakata ini pun bersyukur, teman-temannya yang dulu pergi digantikan dengan teman-teman baik yang tidak pernah berhenti mengingatkan kebaikan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement