Kamis 29 May 2014 06:59 WIB

Konsep Ilmu Menurut al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah (1)

Dalam Islam, ilmu bersandar pada dalil.
Foto: College.georgetown.edu
Dalam Islam, ilmu bersandar pada dalil.

Oleh: Nashruddin Syarief MPd

Al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah merupakan dua orang ulama yang memiliki peranan besar dalam sejarah peradaban Islam.

Salah satu yang menjadi bukti peran mereka adalah pembelaan mereka atas pemikiran Islam dari serangan-serangan filsuf yang destruktif.

Al-Ghazali merumuskan pembelaannya dalam karyanya, Tahafut al- Falasifah (Kerancuan Para Filsuf), sementara Ibn Taimiyyah menyusun karya ban tahannya terhadap serangan-serangan filsafat Islam dalam Dar’ Ta’arud al-Aql wa al-Naql au Muwafaqah Shahih al-Manqul li Sharih al-Ma’qul (menepis anggapan bahwa akal dan naql bertentangan, atau kepastian sesuainya manqul yang shahih dan akal yang sharih).

Dalam kedua karya tersebut, al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah telah berhasil menguraikan dengan sangat ilmiah kesalahan-kesalahan keilmuan yang terjadi di kalangan filsuf.

Maka dari itu, menggali lebih jauh konsep ilmu mereka akan mengantarkan kita pada sebuah timbangan untuk menentukan benar dan tidaknya sebuah pemikiran. Baik al-Ghazali ataupun Ibn Taimiyyah, kedua-duanya jauh dari sikap skeptis atau relativis terhadap kebenaran.

Dalam kedua karya mereka, di samping karya-karya mereka yang lain, mereka membangun teori-teorinya di atas sebuah keyakinan bahwa kebenaran itu ada, tidak sulit untuk didekati sebagaimana diasumsikan oleh kaum skpetis, demikian juga tidak relatif adanya sebagaimana diyakini oleh kaum relativis.

Jika al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah menganggap kebenaran relatif, tentu mereka tidak akan menyusun karya ilmiah sampai beribu-ribu jumlahnya, dan tidak akan menguras tenaga untuk membantah asumsi para filsuf yang destruktif.

Dalam kaitan ini, Ibn Taimiyyah pernah menyatakan: Sesungguhnya ilmu itu adalah yang bersandar pada dalil, dan yang bermanfaat darinya adalah apa yang dibawa oleh Rasul.

Maka sesuatu yang bisa kita katakan ilmu itu adalah penukilan yang benar (al-naql al-mushaddaq) dan penelitian yang akurat (al-bahts almuhaqqaq). (Majmu‘ Fatawa Syekh al- Islam Ahmad ibn Taimiyyah, jilid 6, hlm. 388)

Dengan definisi ini, Ibn Taimiyyah mengakui dua jenis keilmuan; ilmu keagamaan dan keduniaan. Ilmu yang pertama mutlak harus bersandar pada apa yang dibawa oleh Rasul, sedangkan yang kedua tidak harus selalu dirujukkan pada Rasul.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement