REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Sistem pendidikan di Sumatera Utara dinilai menunjukkan indikasi kegagalan, terutama jika dikaitkan dengan masih banyaknya jumlah pelajar yang tidak lulus ujian nasional tahun 2014.
Menjawab Antara di Medan, baru-baru ini, Sekretaris Komisi E DPRD Sumut Nurhasanah mengatakan, cukup banyak faktor yang menyebabkan munculnya kegagalan dalam sistem pendidikan tersebut.
Diantaranya, tidak sedikitnya kepala daerah yang terkesan keliru dalam menerapkan otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Disebabkan merasa menjadi "raja" di daerahnya masing-masing, tidak sedikit bupati dan wali kota di Sumut kurang mengikuti koordinasi tentang rencana pendidikan yang diterapkan pemerintah provinsi.
"Dengan otonomi daerah tersebut, pemerintah provinsi sulit untuk ikut mengawasi (program pendidikan yang dijalankan)," katanya.
Kondisi itu menyebabkan Pemprov Sumut sulit menyeragamkan dan menyelaraskan konsep pendidikan guna memeratakan kualitas pendidikan di provinsi tersebut.
Kemudian, kata dia, pemkab dan pemkot di Sumut juga terkesan kurang mampu memanfaatkan anggaran pendidikan sebagaimana mestinya meski pemerintah pusat telah mengalokasikan dana yang cukup besar.
Bahkan, pihaknya mendapatkan informasi mengenai adanya salah bupati di Sumut yang mengumpulkan kepala sekolah di daerahnya untuk meminta bagian dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang masuk ke rekening sekolah.
"Tidak tertutup kemungkinan (praktik) itu juga terjadi di daerah lain," kata Nurhasanah tanpa bersedia menyebutkan nama bupati dimaksud.
Politisi Partai Demokrat itu mengharapkan Pemprov dan pemkab/pemkot di Sumut perlu menyatukan komitmen guna melakukan perbaikan serius terhadap sistem pendidikan di daerah tersebut, terutama dari aspek tenaga pendidik.
Menurut catatan, Sumut tercatat sebagai provinsi yang menempati peringkat tertinggi dalam ketidaklulusan peserta UN 2014 bersama Provinsi Aceh.