REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Syamlan
Dalam hadis disebutkan, sebelum Rasulullah SAW melakukan Isra dan Mi’raj, dadanya dibedah. Beliau bersabda, “Kemudian hatiku dikeluarkan, lalu dicuci dengan air zamzam, lalu dikembalikan ke tempatnya, dan diisi dengan keimanan dan hikmah....” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Muhammad Al-Ghazali dalam Fiqih Sirah-nya berkomentar, ini melambangkan persiapan yang harus dilakukan sebelum beliau berangkat menjalankan Isra dan Mi’raj. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan, pembedahan dan pencucian hati ini terjadi tiga kali.
Pertama, saat beliau masih kanak-kanak, hidup di kampung dalam asuhan Halimatus Sa’diyah. Kedua, ketika beliau menerima wahyu untuk diangkat menjadi nabi dan rasul. Dan, ketiga saat beliau hendak melakukan Isra dan Mi’raj. (Fathul Bari Juz 11 Bab Mi’raj hal 216)
Tentu peristiwa pembedahan dada dan pencucian hati ini memberikan banyak pelajaran kepada kita. Setidaknya, ada enam pelajaran penting. Pertama, siapa yang ingin naik dan menjadi manusia mulia, hendaknya membersihkan hati.
Persiapan untuk naik dalam rangka menggapai kemulian dan derajat yang tinggi bukanlah berbekal harta, kekuatan raga, atau ilmu pengetahuan. Tapi, yang terpenting adalah kebersihan hati, kebeningan jiwa, dan keluhuran budi.
Harta sering kali membuat manusia lupa. Kekuatan raga sering kali membuat manusia angkara murka. Dan, ilmu pengetahuan sering kali membuat manusia sombong. Harta, kekuatan raga, dan ilmu pengetahuan hanya berguna bila dimiliki orang yang hatinya bersih.
Sudah terbukti, tanpa hati yang baik, harta, rupa, dan ilmu hanya semakin membuat celaka manusia. Kedua, hati mentukan baik buruknya manusia. Mengapa hati yang dibersihkan? Bukan kepala, mata, atau kaki?
Nabi SAW bersabda, “Ketahuilah pada diri manusia itu ada segumpal daging. Bila ia baik maka baiklah sekujur tubuhnya. Dan, bila ia buruk maka buruklah sekujur tubuhnya. Ketahui, segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sepanjang sejarah manusia, kehidupan ini selalu terpuruk sesungguhnya bukan karena persoalaan krisis ekonomi. Bukan pula karena rendahnya ilmu pengetahuan. Juga, bukan karena kelemahan fisik. Melainkan, karena rusaknya akhlak dan moralitas manusia.
“Maka, apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena, sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (al-Hajj: 46).
Ketiga, hati adalah hakikat manusia. Di situlah Allah SWT melihat dan menilai. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, Allah tidak melihat kepada tubuh kamu dan juga rupa kamu. Tetapi, Allah melihat kepada hati dan amal perbuatan kamu.” (HR Muslim).
Keempat, kekuatan hati paling dahsyat. Memang kekuatan harta penting. Kekuatan fisik dan senjata juga penting. Tapi, kekuatan sejati seorang pemimpin dan orang-orang mulia yang membuatnya abadi dan dicintai adalah kekuatan karena kebersihan hatinya.
Kelima, pendidikan hati harus di atas pendidikan intelektual dan jasmani. Isra dan Mi’raj dengan prosesi pembedahan dada dan pencucian hati seharusnya menyadarkan kepada kita bahwa pendidikan hati yang terpenting.
Kita telah salah memuja wajah, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan memarjinalkan bahkan melupakan pendidikan hati. Maka, yang lahir adalah anak-anak bangsa terdidik yang cantik, tampan, dan berderet gelar juga banyak hartanya.
Namun, sayangnya tak memiliki hati. Mereka bukan menebar kebaikan, melainkan membuat onar dan kemaksiatan. Keenam, hati harus selalu bersih dan sehat. Dalam hidup ini harta boleh berkurang, bahkan hilang. Rupa juga pasti berubah dan sirna.
Kesehatan jasmani pasti takkan bisa bertahan. Tak mengapa. Asal hati selalu bersih dan sehat. Karena, hanya hati yang bersih dan sehat itulah yang selamat dan diterima Allah.
“Di hari kiamat nanti harta dan anak-anak tidak berguna lagi. Kecuali, orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS asy-Syu’ara: 88-89). Wallahu a’lam.