REPUBLIKA.CO.ID, BENOA -- Penelitian ikan tuna yang dilakukan peneliti Indonesia diapresiasi dunia serta menjadi fondasi yang kokoh bagi kuatnya peran Indonesia dalam perikanan tuna global.
"Dari loka penelitian tuna inilah maka Indonesia dihormati organisasi regional perikanan tuna," kata Plt Kepala Balitbang KKP Achmad Poernomo dalam acara pembukaan Press Tour Komunikan yang digelar di Benoa, Bali, Kamis (29/5).
Sebagaimana diketahui, Loka Penelitian Perikanan Tuna (LP2T) di Benoa, Bali, didirikan oleh latar belakang kerja sama penelitian tuna dengan Australia khususnya tuna sirip biru selatan pada 1993.
Kemudian, hal tersebut dilanjutkan pada 2002 dengan membentuk program monitoring melalui proyek kerja sama multilateral dengan Australia dan Jepang di tiga lokasi pendaratan tuna yaitu di Jakarta, Cilacap, dan Benoa.
Pada 2009, program monitoring di Benoa maupun program observer perikanan tuna di Samudera Hindia dilanjutkan melalui anggaran APBN dan akhirnya pada 2010 didirian UPT Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa.
"Saat ini monitoring pendaratan tuna dilakukan terhadap 16 perusahaan pengolahan tuna yang berada si Pelabuhan Benoa," ucapnya.
Sebelumnya, KKP menggelar program perbaikan ikan tuna berkelanjutan apalagi mengingat bahwa persyaratan ekspor komoditas perikanan ke sejumlah negara sasaran ekspor semakin ketat.
"Dalam rangka mendukung keberlanjutan sektor perikanan, Sustainable Fisheries Partnership (SFP/Kemitraan Perikanan Berkelanjutan) telah menginisiasi kerja sama antara KKP dengan prosesor/eksportir tuna di Indonesia untuk melaksanakan program perbaikan perikanan pada perikanan tuna longline di Benoa, Bali," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut Hutagalung.
Menurut Saut, dalam program itu SFP mendukung penggunaan pengamat peneliti guna memastikan jumlah hasil tangkapan dan pengisian log book kapal milik eksportir tuna.
Ia juga mengingatkan bahwa industri perikanan tuna masih memiliki prospek pengembangan yang cukup baik sepanjang memperhatikan pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan.
Apalagi, ujar dia, saat ini sertifikasi "ecolabel" di pasar internasional khususnya Eropa telah menjadi keharusan (wajib).
"Untuk memenuhi persyaratan pasar global yang semakin ketat disarankan Indonesia untuk terus memfasilitasi dan mempercepat proses pemenuhan persyaratan memasuki pasar global khususnya Eropa dan Amerika serikat," katanya.