REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Libya akan menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) pada 25 Juni seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya kendati dilanda krisis politik. Demikian diumumkan Komisi Pemilihan Nasional Tinggi negara itu pada Kamis.
Imad al-Sayeh, yang merupakan presiden panel tersebut, mengimbau rakyat Libya untuk mendaftarkan diri sebagai pemilih sebelum tenggat waktu tengah malam.
''Tanggal pemilihan, yang diumumkan pada 20 Mei, adalah tetap 25 Juni. Rakyat Libya yang tinggal di luar negeri akan memberikan suara mereka pada 21-22 Juni," katanya dalam jumpa pers.
Sayeh mengatakan hanya 1,4 dari 3,4 juta orang pemilih sah yang sejauh ini telah terdaftar.
Pemilu diselenggarakan untuk mengganti Kongres Nasional Umum (GNC), yaitu parlemen sementara yang telah menjalankan tugas sebagai lembaga politik tertinggi Libya pasca-Gaddafi.
GNC terpilih pada Juli 2012 dalam pemilihan bebas pertama kalinya yang berlangsung di Libya, hampir satu tahun setelah terjadinya revolusi hingga menggulingkan rezim yang telah berkuasa lama pimpinan Moammar Gaddafi.
Keabsahan lembaga itu mendapat tantangan setelah GNC memperpanjang mandatnya, yang seharusnya berakhir pada Februari lalu, menjadi Desember 2014. Di bawah tekanan para pengunjuk rasa yang turun ke jalan, GNC mengumumkan pemilihan baru.
Namun, krisis politik Libya pada Rabu memanas. Hal tersebut ditandai dengan perdana menteri yang akan selesai dari jabatannya, Abdullah al-Thani, menyerahkan permintaan untuk mendapatkan keputusan hukum tentang apakah ia harus menyerahkan kekuasaan kepada penggantinya yakni GNC yang terpilih.
Para kritikus menuding bahwa Ahmed Miitig telah secara ilegal dipilih sebagai perdana menteri melalui langkah yang dijalankan kalangan Islamis.
Thani mengundurkan diri bulan lalu setelah menyatakan bahwa ia dan keluarganya diserang, namun tim Thani yang akan keluar serta pemerintahan Miitig masih terus berselisih.