REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat, Jumat, tegas menolak rencana yang disusun oleh pemimpin junta Thailand untuk menunda pemilihan umum selama lebih dari satu tahun guna memberi waktu bagi reformasi politik.
"Kami tahu bahwa mereka telah mengumumkan sebuah pernyataan 'peta jalan menuju demokrasi', tetapi tidak menyertakan rincian," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Jen Psaki.
Dia berkeras bahwa Washington percaya bahwa jalan terbaik ke depan adalah menetapkan batas waktu untuk pemilihan umum segera dan memfasilitasi proses pemilihan umum yang inklusif dan transparan.
Dalam pidato pertamanya di televisi nasional setelah mengumumkan pengambilalihan militer pekan lalu, pemimpin militer Prayut Chan-O-Cha mengatakan pihaknya baru dijadwalkan bekerja untuk mengembalikan bangsa berpenduduk 67 juta orang itu pada demokrasi selama sekitar 15 bulan.
Jenderal itu mengatakan tahap pertama akan berlangsung sekitar tiga bulan dan akan fokus pada proses rekonsiliasi di negara yang terpecah itu.
Sebuah kabinet dan rancangan konstitusi baru kemudian akan diberlakukan untuk melaksanakan reformasi dalam fase dua sepanjang tahun kedua. ''Hanya setelah ini pemilihan umum bisa diselenggarakan,'' katanya.
Tapi Psaki mengatakan batas waktu 15 bulan itu terlalu lama, meskipun dia tidak akan mengusulkan alternatif.
''Kami tidak ingin ada yang berakhir dalam kekacauan, tapi kami pikir pengaturan batas waktu pemilihan umum segera adalah sesuatu yang tidak hanya mungkin, tetapi langkah yang tepat," desaknya.
"Tidak ada alasan bahwa pemilihan umum tidak dapat diselenggarakan dalam jangka pendek," kata Psaki.
Setelah berbulan-bulan pergolakan politik, militer Thailand merebut kekuasaan pada 22 Mei dan telah memperoleh dukungan dari sejumlah tokoh politik, aktivis dan akademisi.