REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Uni Emirat Arab (UAE) menilai transisi kekuasaan yang berlangsung di Mesir akan menciptakan stabilitas yang kuat. Ini dikarenakan Presiden Mesir terpilih berasal dari kalangan militer.
Seperti diketahui, mantan panglima militer Abdel Fattah As-Sisi meraih kemenangan dalam pemilihan presiden pekan lalu dan akan terus mendukung keuangannya. Sejak militer menggulingkan presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis Mohamed Moursi saat protes massa terhadap pemerintahnya Juli lalu, UAE --yang menjadi donor penting bagi Mesir-- tetap mendukung Kairo.
Negara-negara Arab Teluk menentang Moursi dan Ikhwanul Musliminnya, yang mereka anggap sebagai satu ancaman keamanan. Arab Saudi, Kuwait dan UAE telah menjanjikan pinjaman 12 miliar dolar AS dan bantuan sejak Juli.
Sheik Abdullah bin Zayed juga mengemukakan kepada wartawan bahwa UAR menginginkan mitra internasional bergabung dalam usaha-usaha mereka memperbaiki kembali ekonomi Mesir yang goyah. "Kami ingin mitra-mitra dari seluruh dunia terlibat, apakah itu adalah mitra-mitra seperti Jerman atau institusi-institusi seperti Bank Dunia dan IMF," kata Sheikh Abdullah dalam satu jumpa wartawan di Abu Dhabi saat rekan Jermannya mengunjungi negara itu seperti dilansir Reuters, Ahad (1/6).
UAE, menurut Sheikh Abdullah, memiliki satu rencana untuk menghidupkan kembali ekonomi Mesir. "Periode mendatang akan berbeda. Priode sebelumnya adalah satu masa transisi dan kini akan lebih stabil," katanya.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan Mesir telah membicarakan kemungkinan pemberian pinjaman senilai sampai 4,8 miliar dolar AS untuk membantu ekonomi Mesir.