REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, tengah melakukan kajian terhadap kelayakan wilayahnya menerapkan operasional angkutan massal monorel jenis "aeromovel". "Wacana itu perlu kajian khusus, karena setiap moda pasti ada positif dan negatifnya," ujar Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Supandi Budiman di Bekasi, Sabtu kemarin.
Menurut dia, konsep aeromovel telah disampaikan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu kepada pihaknya untuk dikaji secara kelayakannya. Aeromovel sepintas mirip monorel, tapi keretanya digerakkan dengan teknologi blower (embusan angin).
Bentuk nyata armada massal itu saat ini berada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur. Kendaraan monorel buatan Brasil itu, kata dia, telah bertahan selama 25 tahun lebih di TMII, namun masih layak digunakan karena ramah lingkungan dan mudah perawatannya.
"Saat ini kita sedang melihat topografi Kota Bekasi serta pengendalian ruangnya, apakah armada itu dibutuhkan atau tidak," katanya.
Menurutnya, monorel tersebut juga harus bisa terintegrasi dengan angkutan massal yang kini sudah beroperasi seperti Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB), Transjakarta, dan angkutan lainnya. "Kita akan lihat lagi, apakan memungkinkan aeromovel ini kita integrasikan dengan armada yang sudah ada saat ini atau tidak," katanya.
Menurut Supandi, lintasan aeromovel tidak akan memerlukan banyak pembebasan lahan milik warga karena bisa memanfaatkan lahan fasos/fasum yang sudah ada. "Penyangga relnya paling hanya butuh sedikit lahan saja, itu bisa pakai fasos/fasum," katanya.
Menurutnya, pembebasan lahan milik warga akan sangat menguras anggaran mengingat biaya kompensasi yang mereka minta akan berada di atas harga pasaran yang berlaku saat ini. "Mungkin dulu tanah-tanah di pusat kota hanya Rp3 juta per meter persegi, tapi sekarang minimal bisa Rp5 juta," katanya.