Senin 02 Jun 2014 14:43 WIB

Hari tanpa Rokok Dinilai Sebagai Penghancuran Industri Kretek

rokok kretek
rokok kretek

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) menilai, Hari tanpa Tembakau alias hari puasa para perokok sedunia yang dicetuskan WHO, 31 Mei, merupakan bagian penting dari agenda penghancuran industri kretek.

"Pada hari itu, sudah bisa dipastikan, kelompok anti rokok sibuk berkampanye dengan topeng kesehatan. Kampanye 'hidup sehat' digunakan sebagai pembenaran. Siasat pengalihan konsumsi diolah-kemas, dimonopoli secara "ilmiah" dan shopisticated," tegas Koordinator KNPK, Zulvan Kurniawan, kepada wartawan, Ahad (1/6).

 

Ironisnya, lanjut Zulvan, di tengah musim pemilu yang konon merupakan pesta demokrasi, ribuan buruh kehilangan pekerjaan. Kampanye regulasi antirokok yang dimulai di negara-negara maju, perlahan-lahan mulai menggoyahkan industri kretek.

Zulvan berpendapat perusahaan-perusahaan multinasional bergerak cepat untuk menguasai perusahaan-perusahaan rokok nasional, mendatangkan mesin-mesin pencetak rokok mengganti sentuhan tangan para buruh kretek.

"Di sisi lain, perusahaan-perusahaan farmasi internasional yang berdiri di belakang kampanye anti tembakau, mulai menyiapkan produk-produk terapi anti nikotin, yang siiap dipasarkan demi meraup potensi keuntungan melimpah. Aktivitas merokok dikriminalkan secara sistematis!," cetus Zulvan.

Menurut Zulvan, komoditas rokok kretek yang seluruh kontennya tersedia di dalam negeri ini, telah hidup dan berkembang ratusan tahun. Tak berhenti di situ, kretek bahkan menyumbang uang yang tidak sedikit untuk negara modern bernama Indonesia. "Penerimaan pendapatan negara dari industri ini, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan dari sektor migas," jelasnya.

Karena itulah, KNPK menggugah sekaligus menggugat khalayak, akan pentingnya keberpihakan terhadap kretek Indonesia, yang terancam dipunahkan oleh kepentingan pemodal asing.

Abhisam Demosa, Koordinator Nasional Komunitas Kretek, menambahkan, di tengah kampanye negarif rokok, para perokok sampai sekarang tidak diberi fasilitas fasilitas atau tempat khusus merokok (TKM). Kalau pun ada, TKM itu berupa ruangan yang sempit, pengap sangat tidak nyaman dan tak bisa diakses.

"Padahal penyediaan TKM yang nyaman ini telah diputuskan oleh MK atas UU Kesehatan," tegas Abhisam.

Ia menjelaskan, penyediaan tempat khusus merokok di tempat kerja, tempat umum dan lainnya itu merupakan amanah dari putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan itu tertuang dalam penjelasan pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan No. 36/2009. Karena itu, "instansi pemerintah atau swasta wajib melaksanakan putusan MK ini," ujarnya.

Putusan MK ini merevisi penjelasan pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan yang akhirnya menyebutkan bahwa "khusus bagi tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok".

Survei Komunitas Kretek di 12 kota dengan 1200 responden menemukan faktamasih banyak ditemukan tempat kerja, instansi pemerintah dan tempat umum lainnya yang belum menyediakan tempat khusus merokok.

Ia bilang, seharusnya instansi pemerintah yang pertama kali harus memenuhi kewajiban undang-undang. Jangan sampai hak dari perokok dipinggirkan. Artinya, hak-hak konstitusional perokok bisa terpenuhi dengan baik sesuai dengan perundang-undangan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement