REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa kasus suap sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menjalani sidang pemeriksaan kesekian kalinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Pada Senin (2/6) ini, setelah dalam persidangan sebelum-sebelumnya saksi-saksi diperiksa, kini giliran Akil sendiri yang ditanyai sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.
Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Suwidya memberondong Akil dengan ragam pertanyaan seputar kasus yang menjeratnya. Di antaranya terkait penanganan sengketa Pilkada Empat Lawang dan Palembang.
"Ini ada foto saudara dengan Muhtar Ependi di ruang kerja MK, pernah berhubungan soal penanganan sengketa Pilkada Empat Lawang dan Palembang?" tanya hakim.
Akil menjawab, dirinya memang mengenal Muhtar sebatas bisnis. Dia mengatakan, baru berurusan dengan Muhtar jika ada pesanan barang berupa merchandise kepadanya. Meskipun ada gambar Muhtar bersamanya di ruang MK, Akil membantah bukti itu sebagai bentuk pembenaran dakwaan.
Dia mengatakan, tak sedikit pihak yang memang gemar berfoto bersama dengannya. Maka satu foto bersama Muhtar, kata dia, tak cukup kuat untuk menjadi bukti apapun.
"Jadi saya memang kenal, tapi tidak tahu apa sebenarnya hubungan hukum Pilkada Empat Lawang dan Palembang dengan Muhtar," kata Akil setengah bertanya.
Pun demikian dengan pertanyaan hakim yang menyasar soal upaya Akil mencuci uang Rp 32 miliar hasil suap melalui Muhtar. Mantan Ketua MK ini kembali berkilah ia tidak pernah menitipkan uang kepada koleganya tersebut hanya demi mengaburkan asal-usul hartanya.
"Itu karang cerita dari mana ada uang Rp 32 miliar, saya tidak tahu itu," ujarnya.
Sebelumnya, dalam enam dakwaan yang dikenakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, satu di antaranya menyebut Akil melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil penerimaan suap sebesar Rp 32 miliar.
Caranya, menurut JPU, Akil melakukan TPPU dengan menitipkan uang tersebut kepada Muhtar untuk kemudian dibelikan tanah serta puluhan kendaraan bermotor baik roda dua dan roda empat.