Selasa 03 Jun 2014 15:52 WIB

Polri Minta Warga Jangan Terprovokasi Penyerangan Rumah Ibadah

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
Indonesian police spokesman, Brig Pol Boy Rafli Amar confirms the police transfer on Sunday. (file photo)
Foto: Antara/Didan
Indonesian police spokesman, Brig Pol Boy Rafli Amar confirms the police transfer on Sunday. (file photo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri meminta kepada masyarakat agar tidak terprovokasi atas sejumlah kabar tentang penyerangan rumah ibadah di Jawa Tengah.

Belum berlalu dua pekan, kembali penyerangan terjadi di Majelis Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia Pangukan, Tridadi, Sleman, Ahad (1/6). Enam orang melaporkan kejadian itu ke polisi, termasuk pemilik bangunan dan pendeta, yaitu Nico Lomboan.

Sebelumnya, penyerangan juga terjadi di rumah ibadah di kediaman Julius Felicianus, Komplek Perumahan STIE YKPN, Sleman DIY, Kamis (29/5).

''Masyarakat juga jangan mudah terprovokasi, ini merupakan kelompok oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab,'' kata Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Boy Raffi Amar, di Jakarta, Selasa (3/6).

Boy menjelaskan, kekerasan tidak dibenarkan dalam bentuk dan alasan apapun. Polri mengingatkan kepada masyarakat agar tidak memakai cara-cara kekerasan dalam penyelesaian masalah.

Menurutnya, penyerangan itu dilakukan karena ketidaksukaan warga sekitar tentang rumah yang dijadikan tempat beraktifitas untuk ibadah. ''Kita tahu yang mereka lakukan sebagai protes karena ibadah,'' kata dia.

Menurut Boy, Polri dan TNI sudah mendamaikan kedua belah pihak dan mencari oknum warga yang melakukan provokasi terhadap penyerangan tersebut. Sudah satu orang ditahan atas nama Kholik dan 18 orang dijadikan saksi. Boy mengatakan, mereka yang melakukan perusakan juga akan dilakukan penanganan hukum yang berlaku.

Polisi sudah mengantongi nama-nama yang dijadikan buruan polisi. Mereka sudah teridentifikasi dan diharapkan menyerahkan diri secepatnya. 

''Kita sudah kerahkan kekuatan personel Polda DIY untuk cari mereka. Kita harap secepatnya mereka yang DPO bisa tertangkap. Kekerasan itu tidak dibenarkan secara hukum,'' kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement