REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk menghentikan penawaran produk dan atau pelayanan jasa keuangan melalui layanan pesan pendek (SMS) atau telepon tanpa persetujuan dari konsumen yang bersangkutan.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad melalui surat kepada pimpinan PUJK di perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank. Himbauan telah dikirim pada pertengahan Mei lalu.
Dalam surat tersebut disebutkan, OJK melihat masih maraknya penawaran produk atau jasa keuangan melalui SMS atau telepon. Hal ini dinilai sudah mengarah pada kondisi yang meresahkan masyarakat.
Sebelumnya, OJK sudah mengeluarkan peraturan OJK nomor 1/2013 yang melarang penawaran produk dan atau pelayanan jasa keuangan melalui layanan pesan pendek (SMS) atau telepon tanpa persetujuan dari konsumen yang bersangkutan. Aturan yang diterbitkan Agustus 2013 itu akan berlaku mulai 6 Agustus 2014.
Karenanya, OJK meminta kepada semua Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk menghentikan sementara dan mereview ulang tata cara penawaran melalui SMS dan/atau telepon yang bekerja sama dengan pihak ketiga. Sehingga, penawaran harus dilakukan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari konsumen atau calon konsumen.
Menindaklanjuti masalah ini, OJK telah berkoordinasi dengan kemenkominfo guna segera mengatasi SMS spam yang telah menimbulkan keresahan di masyarakat. OJK akan menandatangani MoU dengan kemenkominfo dalam waktu dekat.
Jika ada masyarakat yang masih merasa terganggu dengan penawaran produk dan layanan jasa keuangan melalui SMS atau telepon, dapat menghubungi layanan konsumen OJK di 500-655. Masalah ini akan ditindaklanjuti bersama otoritas yang memiliki kewenangan pemblokiran nomor telepon.