REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Calon presiden petahana Suriah, Bashar Al Assad, memenangkan 88,7 persen suara dalam Pilpres 2014.
Ketua Parlemen Suriah, Muhammad Al Laham, mengatakan Assad bakal memimpin kembali negara itu untuk ketiga kalinya, meskipun di sana tengah berkecamuk perang saudara sebagai akibat protes terhadap pemerintahannya di periode sebelumnya.
''Saya menyatakan kemenangan Dr Bashar Hafez Al Assad sebagai Presiden Suriah dengan perolehan suara mayoritas mutlak dalam pemilu,” ujar Laham dalam pidatonya di Kantor Parlemen Suriah, Damaskus, seperti dikutip World Bulletin, Rabu (4/6).
Mahkamah Konstitusi Suriah sebelumnya mengatakan jumlah pemilih yang berpartisipasi pada pilpres yang digelar pada Selasa (3/6) lalu mencapai 73 persen. Pejabat Suriah pun menganggap kemenangan Assad kali ini sebagai pembenaran atas perang yang dilancarkannya terhadap para oposisi selama tiga tahun terakhir.
World Bulletin melansir pemungutan suara pada pilpres tahun ini umumnya berlangsung di daerah-daerah yang dikuasai oleh pemerintah. Sementara, di sebagian besar wilayah bagian utara dan timur negeri itu --yang diduduki oleh kelompok oposisi-- tidak ada proses pemungutan suara sama sekali.
Lawan-lawan politik Assad menolak pemilu yang baru saja digelar tersebut dan menyebutnya sebagai proses yang penuh dengan intrik. Mereka menganggap pemilu kali ini tidak kredibel lantaran penyelenggaraannya dilangsungkan di tengah-tengah perang sipil.
Sebelumnya, Amerika Serikat sempat mencela upaya Assad untuk menopang kekuasaannya dengan menggelar pilpres di tengah-tengah perang saudara yang brutal.
“Pemilihan presiden hari ini di Suriah memalukan! Kredibilitas Assad hari ini tidak lebih baik dari dirinya yang kemarin,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Marie Harf, Selasa (3/6).
Konflik antara rezim Assad dan kelompok oposisi Suriah yang mulai meletus sejak 2011 telah menewaskan sedikitnya 160 ribu orang. Sementara, hampir 3 juta warga negara itu kini berstatus sebagai pengungsi karena kehilangan tempat tinggal.