REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maersk Line Indonesia (MLI) telah mengaktifkan pengiriman langsung dari Indonesia ke wilayah Asia. Menurut perseroan, layanan langsung ini akan menghemat biaya operasional hingga 20 persen.
GM Trade and Marketing Maersk Muhammad Sofyan mengatakan, pengiriman langsung ini melayani dari Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara ke Tanjung Pelepas Johor, Malaysia. "Jalur langsung ini memangkas waktu transit lima sampai tujuh hari," kata Sofyan di Jakarta, Kamis (5/6).
Layanan langsung akan membantu eksportir dalam meningkatkan efisiensi perusahaan. Tanpa layanan ini, eksportir perlu mengirimkan barang dari Bitung ke Jakarta dan baru kemudian dikirim ke Tanjung Pelepas. Sofyan menilai, hal ini memakan waktu yang cukup lama dan membebani eksportir.
Layanan ini baru dibuka sejak April 2014. Maersk merupakan satu-satunya penyedia saja pengiriman langsung dari Bitung ke Tanjung Pelepas sebelum mencapai pasar utama Eropa dan Amerika Serikat. Layanan ini dinilai cukup efektif karena setiap pengiriman terdapat 60-80 kontainer yang dibawa. "Pengiriman dilakukan dua kali sebulan," ujar Sofyan.
Jasa pengiriman langsung ini juga akan mengurangi kepadatan yang terjadi di pelabuhan di Jakarta. Sehingga, kegiatan ekspor-impor akan terjadi lebih cepat dan ekonomi pun semakin menggeliat.
Maersk menilai, pertumbuhan ekonomi nasional masih sangat bergantung pada pertumbuhan infrastruktur. Saat ini, Indonesia masih kekurangan infrastruktur, terutama pelabuhan. Padahal, dari pelabuhan inilah ekspor-impor terjadi.
Presiden Direktur Maersk Indonesia Jakob F Sorensen mengatakan, permintaan barang manufaktur akan terus terjadi di AS dan Eropa. Indonesia memiliki peluang besar dalam memenuhi permintaan ini. Lalu lintas peti kemas akan terangkat olehnya.
Maersk Line Indonesia mengalami pertumbuhan ekspor sebesar 6 persen hingga akhir triwulan pertama 2014 bila dibandingkan kuartal pertama tahun sebelumnya. Ekspor perseroan terutama barang-barang dari industri kelapa sawit, sepatu, pakaian, kertas dan tekstil. "Ekspor ke pasar utama kami, yaitu AS dan Afrika Barat meningkat 20 persen. Ekspor ke Eropa tumbuh 12 persen," kata Sorensen.
Tingginya pertumbuhan ekspor ini mendorong kebutuhan infrastruktur pelabuhan yang lebih baik pula. Adanya rencana pembangunan pelabuhan baru di Surabaya diharapkan mampu mengurangi kepadatan pelabuhan utama Indonesia, Tanjung Priok.