Kamis 05 Jun 2014 21:23 WIB

Daya Saing Produk Perikanan Indonesia Dinilai Masih Lemah

Pekerja membongkar muatan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pekerja membongkar muatan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- kendala besar yang dihadapi dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia, termasuk Sulteng, dewasa ini adalah daya saing yang lemah. Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah Dr Hasanuddin Atjo. 

"Daya saing kita masih lemah. Ini dipengaruhi lima faktor yakni sistem produksi, sistem logistik dan distribusi, sistem pembiayaan, pendekatan bisnis dan regulasi," katanya dalam dialog interaktif pengembangan sistem produksi dan logistik komoditas perikanan di Palu, Kamis (5/6).

Ia menjelaskan bahwa dalam sistem produksi, produksi perikanan, terutama di tingkat nelayan, belum terukur dan belum bisa diprediksi karena berbagai faktor penting yang dibutuhkan nelayan tidak terjamin seperti bahan bakar dan pengawetan hasil tangkapan serta kalitas SDM nelayan.

Di bidang logistik dan distribusi, menurut Hasanuddin, ongkos angkut masih sangat mahal. Ongkos angkut konatiner dari Jakarta ke Jayapura jauh lebih mahal dibanding Jakarta - Shanghai, Tiongkok.

Ia memberi contoh biaya mengangkut kontainer 20 feet Jakarta-Shanghai hanya Rp 4,5 juta/peti sedangkan Jakarta-Jayapura mencapai Rp 25 juta, Jakarta-Mataram Rp 8 juta, Jakarta-Ternate Rp 10 juta dan Jakarta Padang Rp 8 juta.

Pada sistem pembiayaan, katanya, keberpihakan bank-bank kepada nelayan masih sangat minim dibanding sektor lainnya karena menganggap sektor kelautan dan perikanan merupakan usaha yang risiko tinggi (high-risk).

"Seharusnya bank menganggap sektor ini sebagai sektor bisnis yang 'high-calculate' bukan high-risk sehingga pinjaman bisa disalurkan dengan tetap mensyaratkan penyelenggaraan usaha uang terukur dan terencana secara matang," ujarnya.

Sementara itu di bidang pendekatan bisnis, Hasanuddin melihat bahwa pelaku bisnis di sektor kelautan dan perikanan masih terlalu berorientasi pada keuntungan (profit oriented), bukan berorientasi pasar (market oriented).

Ini mempengaruhi sikap mental pelaku bisnis yang 'profit oriented' dimana bila harga turuns edikit saja, atau ada masalah yang timbul, dia akan segera berhenti berusaha. Tetapi pengusaha yang 'market-oriented' akan selalu melihat apa yang harus dilakukan bila muncul masalah agar komoditi bisnis tetap laku dengan harga yang baik, katanya.

Sedangkan di bidang regulasi, kata Hasanuddin, pemerintah perlu lebih intens melakukan intervensi dengan memberikan insentif dan pemberdayaan yang bisa memacu pelaku bisnis di sektor kelautan dan perikanan meningkatkan skala usahanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement