REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa penghilangan paksa aktivis 1998 dianggap masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Komisi Nasional (Komnas) HAM telah melakukan pengkajian dan penilaian atas kasus tersebut dan telah merekomendasikan kepada pemerintah untuk menuntaskannya.
Namun, rekomendasi Komnas HAM itu hingga kini belum terlaksana. Demikian dikatakan mantan anggota Komnas HAM Mayjen (Purn) Syamsoedin dalam diskusi bertajuk 'Penculikan Aktivis: Fakta atau Fitnah?' di Jakarta, Ahad (8/6).
“Kita mengadakan pemantauan, pemantauan kita tingkatkan ke penyelidikan. Ditemukan pelanggaran HAM berat, kita kirim ke Kejaksaan Agung hasilnya,” kata Syamsoedin.
Dia mengatakan, laporan hasil penyelidikan Komnas HAM itu sudah dilakukan perbaikan berdasarkan permintaan Kejagung. Dari penyelidikan, penyelesaikan kasusnya seharusnya ditingkatkan menjadi penyidikan serta penuntutan. “Dari Komnas HAM berkasnya sudah lengkap,” ujarnya.
Terkait kasus penculikan aktivis 1998 pada masa reformasi, lanjutnya, juga menjadi bagian dari penyelidikan Komnas HAM yang diduga turut melibatkan mantan danjen Kopassus Prabowo Subianto yang kini turut bertarung di Pilpres 2014.
Proses penyelidikan Komnas HAM sendiri, menurut Syamsoedin, memang berbeda dengan penyelidikan yang dilakukan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) di kalangan TNI saat itu. Meski, berdasarkan putusan DKP yang suratnya kini bocor di kalangan media memutuskan Prabowo dicopot dari jabatannya dan diberhentikan dari militer.
“Putusan DKP memang tidak mengatakan ada tidaknya pelanggaran HAM berat, DKP hanya meneliti ada kesalahan atau tidak dan rekomendasinya memberhentikan saja. Yang mengatakan pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM,” katanya.