REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah beserta jajaran pejabat kementerian diminta serius menyelesaikan Revisi Peraturan Pemerintah (RPP) nomor 47 tahun 2004 tentang penetapan tarif nikah. Draf tersebut hingga kini masih mangkrak di Kementerian Keuangan.
Ketua Asosiasi Penghulu Indonesia (API) Wagimun melihat indikasi adanya upaya pembekuan RPP agar batal diterapkan. "Mekanisme organisasi dan birokrasi itu wajar, tapi yang tidak wajar itu karena rentang waktunya yang panjang dan berlarut-larut," kata Wagimun kepada RoL saat dihubungi melalui telepon pada Senin (9/6).
Pengesahan yang berlarut-larut, kata dia, juga berakibat pada timbulnya benturan antara penghulu dengan masyarakat. Gembar-gembor pemerintah yang menetapkan waktu implementasi namun tak terbukti pun, membuat keresahan di masyarakat dan kalangan penghulu semakin meningkat.
"Mindset-nya jangan transaksional, tapi berdasarkan pedoman Allah, jangan sampai ada upaya menggagalkan supaya negeri ini barokah," katanya.
Jika situasi ini terus dibiarkan, lanjut Wagimun, penghulu akan serius melakukan aksi massa agar Presiden SBY segera mendorong para menteri untuk membubuhkan paraf agar ia bisa menandatanganinya. Setelah itu, RPP pun dapat segera dijalankan.
"Tanggal dan waktunya belum ditetapkan, yang jelas kita mau demo sebelum Ramadhan, kan tidak pantas kalau demo di bulan ramadhan," katanya. Meski begitu, ia juga mengingatkan, jangan sampai RPP yang berkaitan dengan kemaslahatan umat ini terkontaminasi politik, "Bisa kualat mereka nanti," tegasnya.
Selama ini, korban dari lambatnya penyelesaian RPP adalah penghulu. Mereka terus dirundung tuntutan masyarakat yang menanyakan soal tarif nilah gratis jika menikah di Kantor Urusan Agama (KUA).
Sebagian dari mereka ada yang sampai mengancam untuk melaporkan ke pengadilan karena penghuli dituding mangkir dari penerapan RPP. "Padahal kan faktanya memang belum diterapkan karena Pak SBY belum tanda tangan," katanya.