REPUBLIKA.CO.ID, COTABATO CITY -- Proses perdamaian antara pemerintah Filipina dan front pembebasan Muslim Moro (MILF) segera memasuki babak baru. MILF optimistis Bangsamoro Basic Law (BBL) akan disepakati oleh parlemen Filipina.
Ketua panel perunding MILF, Mohagher Iqbal mengakui, draft Undang-Undang yang akan menjadi dasar pembentukan wilayah otonom Bangsamoro itu hingga kini masih mendapat sambutan negatif dari sebagian anggota parlemen. Panel pereview bentukan Presiden Benigno masih keberatan dengan sekitar 40 persen isi draft BBL. "Kami optimistis Basic Law akan disetujui parlemen," kata Iqbal kepada Republika di Cotabato City, akhir pekan lalu.
Iqbal yang sekaligus menjabat sebagai ketua otoritas transisi Bangsamoro itu mengatakan, salah satu kendala dalam proses rekonsiliasi di Mindanao adalah kurangnya saling pengertian antara pihak-pihak terkait. Menurut dia, masih terdapat salah pengertian di kalangan parlemen dan masyarakat Filipina terkait BBL. Iqbal menjamin, BBL sangat menghormati dan mengakomodasi kepentingan warga non-Muslim di Bangsamoro.
Wakil Ketua Bidang Politik MILF, Ghazali Jaafar memaparkan, MILF akan menjalankan pemerintahan yang demokratis di Bangsamoro melalui BBL. Ia menegaskan, pihaknya tidak akan menerapkan hukum syariah seperti yang dikhawatirkan sebagian kalangan. "Tidak ada satu pun klausul dalam Basic Law yang menyebutkan hukum potong tangan (bagi pencuri)," papar Jaafar.
Dalam Comprehensive Agreement on Bangsamoro yang ditandatangani pemerintah Filipina dan MILF pada 27 Maret 2014 lalu, BBL dijadwalkan disetujui parlemen pada tahun yang sama. Referendum terkait BBL juga dijadwalkan harus digelar pada 2014. Pada 2015, otoritas transisi Bangsamoro dijadwalkan menjalankan pemerintahan sementara menggantikan Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM) yang segera dibubarkan. Pemerintahan wilayah otonom Bangsamoro dijadwalkan efektif berjalan mulai 2016.
Cetak biru pembentukan pemerintahan Bangsamoro tersebut terancam berantakan dengan ancaman penolakan dari parlemen. Selain karena faktor materi BBL, parlemen juga menyayangkan lambatnya penyerahan draft undang-undang tersebut oleh pemerintah ke parlemen. Otoritas transisi Bangsamoro menyerahkan draft BBL pada pemerintah Filipina pada 14 April lalu, namun hingga kini pemerintah belum menyerahkannya kepada parlemen.
Penasihat Presiden untuk proses perdamaian, Teresita Quintos-Deles menyatakan, lambatnya proses penyerahan draf BBL ke parlemen tak akan mempengaruhi proses perdamaian di Minadanao. Ia optimistis akan tetap mendapat dukungan terkait BBL di parlemen. "Lamanya waktu (review) terkait BBL adalah bukti bahwa pemerintah sangat serius dalam hal ini," ujarnya.
Hal senada diungkapkan ketua panel perdamaian pemerintah Filipina, Miriam Coronel Ferrer. Menurut dia, wajar jika ada sebagian kalangan yang mengembuskan isu negatif dalam proses politik untuk perdamaian Minadanao. "Presiden akan turun tangan langsung untuk memperjuangkan draft ini mendapat persetujuan di parlemen," tegasnya.
Menciptakan situasi kondusif di akar rumput Miriam menambahkan, hal yang tak kalah penting dari proses politik di Mindanao adalah menciptakan iklim yang kondusif di akar rumput. Menurut dia, warga harus dilibatkan penuh dalam proses rekonsiliasi. Dialog antarlapisan masyarakat, terutama antara warga Muslim, Kristen, dan pribumi juga harus ditingkatkan.
Untuk menciptakan iklim yang kondusif, Community of Sant' Egidio bersama Muhammadiyah serta sejumlah institusi lain menggelar Konferensi Internasional Lintas Agama di Cotabato City pada 6 hingga 7 Juni lalu. Selain mengundang tokoh-tokoh Muslim, Kristen, dan pribumi, konferensi ini turut mengundang perwakilan dari daerah-daerah yang akan menjadi bagian wilayah otonom Bangsamoro.
Sekertaris Jenderal Community of Sant' Egidio, Alberto Quattrucci mengatakan, dialog merupakan kunci utama menuju terciptanya perdamaian. Menurut dia, umat Muslim dan Kristen harus bisa bekerja sama demi masa depan bersama. "Dialog akan menumbuhkan rasa percaya diri pada masyarakat bahwa mereka bisa hidup berdampingan," paparnya.
Wakil Ketua PP Muhammadiyah, Sudibyo Markus menilai, kerukunan antarumat beragaman adalah modal utama dalam mewujudkan perdamaian di Minadanao. Menurut dia, generasi muda adalah motor utama dalam menciptakan kerukunan tersebut. "Para pemimpin tak boleh mewariskan pertikaian di antara mereka kepada generasi muda," tegasnya.