Oleh: Hannan Putra
Ajaran Islam bersifat absolut, artinya tidak akan berubah atau diubah siapa pun. Ajaran Islam akan tetap sebagaimana adanya sepanjang zaman dan berlaku untuk semua tempat.
Contohnya, seperti pengharaman khamar, memakan daging babi, dan berzina. Demikian juga dengan perintah wajib shalat lima kali sehari semalam, puasa Ramadhan, menunaikan haji bagi yang mampu, mengeluarkan zakat, dan sebagainya.
Semua ajaran ini berlaku absolut untuk semua tempat dan segala zaman dan tidak dapat diubah atau diperbarui. Dengan demikian, hal-hal baru atau pembaruan dalam Islam hanya bisa terjadi terhadap penafsiran nas (Alquran dan hadis) dan terhadap ijtihad para ulama.
Penafsiran dan ijtihad lama ditinggalkan dengan munculnya penafsiran dan ijtihad baru. Adapun, hasil ijthad lama yang tidak bertentangan dengan perkembangan zaman tidak perlu dan tidak mesti diubah.
Sebagaimana disebutkan dalam ensiklopedi hukum Islam, pembaruan hukum Islam dilakukan dengan ijtihad. Ijtihad inilah yang menjadi inti sari pembaruan dalam Islam.
Dengan adanya ijtihad, dapat diadakan penafsiran dan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran yang bersifat zanni. Dengan adanya ijtihad juga dapat ditimbulkan pendapat dan pemikiran baru sebagai ganti pendapat dan pemikiran ulama-ulama terdahulu yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
Isu mengenai tertutupnya pintu ijtihad timbul sesudah habisnya mujtahid (ahli ijtihad) besar abad ketiga H. Pengikut masing-masing mujtahid besar memusatkan perhatian pada ajaran-ajaran atau mazhab gurunya dan memalingkan perhatian mereka dari Alquran dan hadis kepada karangan (pendapat) gurunya.
Ada pula, sebagian ulama yang pada hakikatnya belum memenuhi syarat untuk mengadakan ijtihad langsung kepada kedua sumber ajaran Islam tersebut. Akibatnya, timbullah kekacauan di bidang syariat dan ijtihad.