Senin 09 Jun 2014 21:04 WIB

Calon DGS BI: Indonesia Punya Masalah Struktural di Ekspor dan Energi

Rep: Friska Yolandha/ Red: Mansyur Faqih
Mirza Adityaswara
Foto: antara
Mirza Adityaswara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan. Calon deputi gubernur senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, pemerintah perlu memperbaiki masalah struktural di sektor energi dan ekspor.

"Kita punya problem struktural di energi dan ekspor. Saat ini, ekspor masih bergantung pada komoditas. Harusnya, ekspor kembali ke manufaktur," kata Mirza dalam paparan fit and proper test di Komisi XI DPR, Senin (9/6).

Menurutnya, subsidi bahan bakar minyak (BBM) telah membuat inflasi di Indonesia mengalami fluktuasi. Hal ini membuat BI sulit menurunkan suku bunga acuan (BI Rate).

Indonesia juga masih bergantung pada ekspor komoditas. Padahal, harga komoditas masih berfluktusiasi dan cenderung rendah. Apalagi pemerintah sudah mengeluarkan aturan larangan ekspor mineral dan batu bara (minerba).

Dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi Cina, permintaan batu bara akan mengalami penurunan. Indonesia tidak bisa terus bergantung pada ekspor komoditas. "Harus ada perubahan ekspor dari komoditas ke manufaktur," kata Mirza.

Melihat negara sesama anggota Asean, ekspor manufaktur Malaysia dan Thailand lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Ekspor manufaktur Malaysia tercatat 59,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara, ekspor Thailand sebesar 21,3 persen. Ekspor manufaktur Indonesia hanya 15,5 persen dari PDB.

Negara seperti Filipina pernah mengalami masalah yang sama dengan Indonesia. Namun, Filipina telah melakukan perbaikan di rasio makronya. Sehingga angka makro negara tersebut menunjukkan tren perbaikan.

Hal ini terlihat dari surplus neraca perdagangan yang mencapai 2,8 persen dari PDB. Sementara, Indonesia masih defisit. Cadangan devisa terhada utang luar negeri jangka pendek Filipina juga cukup besar, yaitu 4,7 persen.

Sedangkan, Indonesia hanya 2,8 persen. Hal ini berarti rasio cadev Filipina masih lebih kuat dibandingkan Indnesia. Melalui reformasi struktural pada ekspor dan energi, diharapkan akan mampu memperbaiki perekonomian secara keseluruhan. "Filipina saja mampu, kita juga harusnya bisa," kata Mirza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement