REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang pertama pemeriksaan terdakwa kasus Century Budi Mulya sudah berakhir. Dalam keterangannya, Budi menyampaikan hal yang paling ia sayangkan dari jalannya proses peradilan berbulan-bulan lamanya.
Penyesalan itu ialah kekecewaannya akan sikap Boediono yang pernah bersaksi di kasusnya. Boediono merupakan mantan atasan Budi di Bank Indonesia (BI). Boediono adalah Gubernur BI, dan Budi merupakan wakilnya dengan menempati posisi Deputi.
“Saya sangat menyesali apa yang waktu itu disampaikan oleh Boediono kepada Pak JK ketika melaporkan telah adanya bailout ke Century,” kata Budi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Senin (9/6).
Momen yang Budi katakan ialah ketika pada tanggal 24 November 2008, Boediono melapor kepada JK bahwa telah terjadi Bailout untuk Century menggunakan uang negara.
Saat itu, Boediono ditanya oleh JK mengapa hal itu bisa terjadi. Pria yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden (Wapres) itu berujar bahwa Century dikriminalisasi pemiliknya.
“Menjadi sumber rumor dan fitnah bila dikatakan ada kriminalisasi, padahal kami semua membahasnya bersama dalam rapat (Rapat Dewan Gubernur) tentang bantuan untuk Century ini,” ujarnya.
Budi menyatakan, ia masih ingat betul akan pesan atasannya tersebut sebelum bailout yang diawali dengan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) kepada Century dilaksanakan. Menurutnya, Boediono meminta pada tahun itu, ketika krisis ekonomi tengah menghantui, jangan sampai ada bank gagal.
“Oleh karena itulah Century akhirnya diselamatkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Budi didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1 miliar dari pemilik Century Robert Tantular. Ia juga didakwa memperkaya pemegang saham Bank Century, Hesham Talaat Mohamed Besheer Alwarraq dan Rafat Ali Rizvi sebesar Rp 3,115 miliar.