REPUBLIKA.CO.ID, KH Ahmad Azhar Basyir (mantan Ketua Majelis Tarjih dan Ketua PP Muhammadiyah), mengenai masalah ini, menyatakan, perceraian yang dilakukan di muka pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman Islam tentang perceraian.
“Sebab, sebelum ada keputusan terlebih dulu diadakan penelitian tentang apakah alasan-alasannya cukup kuat untuk terjadi perceraian antara suami-istri. Kecuali itu dimungkinkan pula pengadilan bertindak sebagai hakam sebelum mengambil keputusan bercerai antara suami dan istri,” kata KH Ahmad Azhar. [Hukum Perkawinan Islam, h. 83-84].
Pada bagian lain dalam buku yang sama, KH Ahmad Azhar menjelaskan lebih lanjut, untuk menjaga agar perceraian jangan terlalu mudah terjadi, dengan pertimbangan “maslahat mursalah” tidak ada keberatannya apabila diambil ketentuan dengan jalan undang-undang bahwa setiap perceraian apa pun bentuknya diharuskan melalui pengadilan. [Hukum Perkawinan Islam, h. 85].
Selain itu, dapat pula ditegaskan bahwa penjatuhan talak di luar sidang pengadilan, mengingat mudarat yang ditimbulkannya, harus dilarang dan dinyatakan tidak sah berdasarkan prinsip sadduz zari‘ah [menutup pintu yang membawa kepada kemudaratan].
Dari apa yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa: 1) perceraian harus dilakukan melalui proses pemeriksaan pengadilan: cerai talak dilakukan dengan cara suami mengikrarkan talaknya di depan sidang pengadilan, dan cerai gugat diputuskan oleh hakim.
2) perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan dinyatakan tidak sah. Wallahu a'lam bish shawab.
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah