REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo mengaku bersalah karena kabur ke luar negeri saat proses penyidikannya masih berlangsung hingga 4,5 tahun.
"Apakah saudara mengakui saudara bersalah?" tanya ketua majelis hakim Nani Indrawati dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
"Saya mengakui, saya siap menerima hukuman, saya siap bertobat," jawab Anggoro.
"Bersalah di mana?" tanya hakim lagi.
"Saya menyesal, saya tidak cepat-cepat pulang, sitkon (situasi dan kondisi) membuat saya tidak bisa pulang, mungkin kalau saya pulang tidak seperti ini, penyesalan saya terbesar kenapa saya tidak pulang," ungkap Anggoro.
Namun ia tidak menyampaikan penyesalannya terhadap dakwaan yang ditujukan kepadanya yaitu menyuap sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan pejabat Departemen Kehutanan sejumlah Rp 210 juta, 92 ribu dolar Singapura, 20 ribu dolar AS, Rp925,9 juta dan dua unit lift penumpang kapasitas 800 kilogram.
"Saya sering menyumbang kalau cuma miliaran (rupiah,red), saya juga menyumbang ke badan lain, masjid, pesantren dan gereja juga," ungkap Anggoro.
Dalam perkara ini, Yusuf telah dihukum dengan penjara empat tahun enam bulan ditambah denda Rp250 juta; Azwar Chesputra, Hilman Indra, AM Fahri telah dihukum penjara empat tahun dan denda Rp 200 juta. Kemudian pejabat di Dephut yaitu Wandoyo Siswan dihukum penjara tiga tahun dan denda Rp100 juta, dan direktur PT Masaro Radiocom Putranevo A Prayuga divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Anggoro buron keluar negeri saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan di Departemen Kehutanan (Dephut) pada 2006-2007 sejak 17 Juli 2009, pasca ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juni 2009.
KPK mengetahui Anggoro sempat berpindah-pindah ke sejumlah tempat antara lain di Singapura yang terdeteksi pada 26 Juli 2009, maupun kota lain seperti Hong Kong.
Namun KPK baru berhasil menangkap Anggoro di Shenzhen, Cina pada 27 Januari 2014 dan dibawa kembali ke Jakarta pada 29 Januari 2014.
Atas tindakan tersebut Anggoro didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf b subsider Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur tetang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp250 juta.