REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Majelis Ulama Indonesia Kota Bengkulu mengimbau seluruh sopir angkutan kota (angkot) di daerah itu agar menghormati penumpang yang melakukan ibadah puasa Ramadhan 1435 Hijriah nanti.
"Kita tidak ingin seperti puasa tahun sebelumnya, banyak keluhan dari masyarakat tentang sopir yang makan, minum dan merokok, hal ini mengganggu masyarakat yang menggunakan jasa angkutan kota tersebut," kata Ketua MUI Kota Bengkulu, Rusdi Syam di Bengkulu, Rabu.
Menurut dia, pihaknya tidak melarang sopir yang tidak ingin menunaikan ibadah puasa, namun setidaknya para pengendara angkutan kota tersebut agar saling menghormati hak-hak masyarakat yang berpuasa.
"Kalau mau makan, minum dan merokok ya silahkan di tempat tertentu, jangan sambil mengemudikan angkutan kota. Seperti asap rokok, itu kan langsung mengganggu penumpang," kata dia.
Lebih lanjut, Rusdi mengatakan, bahkan masyarakat non muslim di daerah tersebut lebih toleransi dan saling menghormati masyarakat yang menunaikan ibadah puasa.
"Puasa ini hanya 30 hari dalam setahun, toh pada umumnya yang tidak menghormati masyarakat berpuasa adalah orang Islam sendiri. Baik sopir, pedagang kuliner dan yang lainnya, mari kita sama-sama menjaga sikap, sopan santun dan tata krama, sehingga ibadah puasa ini berjalan dengan khusyuk," ucapnya.
Selain itu, MUI Kota Bengkulu juga meminta kepada pemerintah setempat untuk menertibkan warung remang-remang (warem), kafe, diskotik dan tempat hiburan malam lainnya yang beroperasi di daerah itu.
"Seperti warung remang-remang di pinggir Pantai Panjang itu, kami berharap Pemerintah Kota Bengkulu menertibkannya, keberadaan warem akan mengganggu kekhusyukan umat Islam yang menunaikan ibadah," kata Rusdi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk tempat hiburan malam yang memiliki izin operasi, hendaknya pemerintah setempat menerbitkan surat edaran pembatasan waktu beroperasi selama Ramadhan.
"Seperti saat orang menjalankan rangkaian ibadah shalat tarawih, kita mohon tempat hiburan malam ditutup," katanya lagi.
Rusdi juga mengungkapkan, ibadah puasa tahun ini kemungkinan besar, Muhammadiyah dan NU akan berbeda jadwal awal Ramadhan, namun menurut dia perbedaan tersebut jangan dijadikan sebagai masalah yang mengakibatkan pertikaian.
"Perbedaan adalah rahmat, kita saling menghargai, penentuan awal Ramadhan baik NU maupun Muhammadiyah sama-sama melalui aturan syariat Islam, jadi masyarakat boleh mengikuti yang mana saja," ujarnya.