REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah sumbangan yang masuk ke rekening pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk koalisi 'Gotong Royong' hingga Rabu pagi sudah mencapai Rp35.034.423.166.
"Ada kenaikan sekitar Rp3 miliar dibandingkan hari sebelumnya," kata anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Zuhairi Misrawi, di Media Center Jokowi-JK, Jalan Cemara, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, ada dua kategori sumbangan, yaitu perseorangan dan perusahaan. Hingga saat ini, jumlah penyumbang mencapai 29.992 orang dan 5 perusahaan.
Berdasarkan rilis tersebut, ada tiga rekening yang dibuka untuk menyalurkan sumbangan bagi Jokowi-Kalla, yaitu rekening Bank Rakyat Indonesia dengan nomor 122301000172309, Bank Mandiri (070-00-0909-096-5), dan Bank Central Asia (5015.500015). Ketiga rekening tersebut atas nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sumbangan dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp1 miliar, sementara sumbangan per perusahaan dilarang melebihi Rp5 miliar.
"Untuk kemarin saja, ada sekitar 1.800 orang yang menyumbang," katanya.
Zuhairi berharap masyarakat yang berniat menyumbangkan uangnya ke rekening Gotong-royong mencantumkan biodata lengkap. Terutama yang ingin menyumbangkan uang secara manual langsung ke bank. Untuk yang menyumbang melalui anjungan tunai mandiri, menurutnya, tak bermasalah karena sudah terdata otomatis oleh pihak bank.
"Uang tak bisa dipakai jika identitas dari penyumbang tak lengkap," kata dia.
Zuhairi juga mengatakan uang yang masuk ke rekening itu secara berkala juga dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum untuk diaudit. Di internal, pasangan Jokowi-JK juga menunjuk akuntan publik Anwar, Sugiharto & rekan (Member of DFK International).
Sebelumnya, Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, menyatakan partisipasi publik terhadap dana kampanye pilpres sangat penting.
"Ini tradisi baru untuk meningkatkan transparansi dana kampanye," katanya.
Hasto melanjutkan dengan tradisi baru itu, maka spirit yang dibangun adalah kesukarelaan karena keyakinan terhadap kepemimpinan Jokowi-JK.
"Upaya ini sekaligus membedakan dengan pasangan lain, yang lebih memilih mobilisasi dana-dana kampanye melalui cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi publik. Dengan demikian kemungkinan masuknya kelompok kepentingan menjadi lebih besar," ujarnya.