Rabu 11 Jun 2014 20:13 WIB

Pertobatan Malik bin Dinar (3-habis)

Selain zuhud, Malik bin Dinar juga piawai dalam ilmu agama (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Selain zuhud, Malik bin Dinar juga piawai dalam ilmu agama (ilustrasi).

Oleh: Nashih Nashrullah

Si tua renta itu kembali menolak sambil menangis menunjukkan ketidakmampuannya. Ia menyarankan Malik agar berlari menuju gunung. “Aku lemah seperti yang engkau lihat,” katanya. 

Malik berlari sekencang mungkin ke arah gunung agar terhindar dari ular yang hendak memangsanya. Di atas gunung, ia melihat anak-anak kecil dan mendengar teriakan. “Wahai Fatimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Sosok kelahiran Basrah, Irak, itu kaget bercampur bahagia. Fatimah yang meninggal di usia tiga tahun berada di tengah-tengah anak-anak itu dan akan menyelamatkan dirinya dari situasi mengerikan ini.

Fatimah memegang tangan sang ayah dan mengusir ular dengan tangan kirinya. Sang syah tak berkutik, ia laksana seonggok mayat yang ketakutan.

Fatimah lantas duduk di pangkuan sang ayah, sebagaimana di dunia dulu kemudian berkata, “Wahai Ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (QS al-Hadid [15]: 16).

Sang Ayah meminta penjelasan buah hatinya perihal ular dan kakek tua renta. Fatimah menjelaskan, ular merupakan amal keburukan yang dilakukan sang ayah yang dibesarkan dan tumbuh hingga nyaris menerkamnya.

Sedangkan lelaki lemah, merupakan wujud dari amal saleh yang tidak pernah dipelihara hingga ia sendiri menangis.

Fatimah pun bergumam, seandainya saja ia tidak terlahir di dunia dan meninggal di usia balita, tentu tidak akan bisa memberikan manfaat kepadanya. “Tahukah engkau Ayah, amal-amal di dunia akan berwujud kelak di akhirat,” kata Fatimah.  

Malik bangun dari mimpinya dan berteriak, “Wahai Tuhanku, sudah saatnya wahai Rabbku. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas, ia mandi dan keluar untuk shalat Subuh dan ingin segera bertobat.

Ia kaget ketika memasuki masjid sang imam tengah membaca ayat yang sama seperti yang dibaca oleh Fatimah. Sejak itulah, Malik memutuskan untuk tetap istiqamah berada di jalan-Nya. Keteguhannya beribadah dan mengabdikan diri untuk agama dan Sang Khaliq menjadi teladan abadi sekalipun ia telah wafat pada 130 H.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement