Kamis 12 Jun 2014 16:55 WIB

Konflik Manusia dan Satwa Liar Sering Terjadi di Bengkulu

Harimau yang dievakuasi ke tempat rehabilitasi ASTI Megamendung, Kabupaten Bogor.
Foto: Republika/Fuji Pratiwi
Harimau yang dievakuasi ke tempat rehabilitasi ASTI Megamendung, Kabupaten Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU - Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan, Bengkulu merupakan provinsi terbesar kedua yang terjadi konflik antara manusia dan satwa liar.

"Yang terbesar terjadi di Aceh, selama lima tahun dari 2007-2011, di Aceh ditemukan kasus sebanyak 106 konflik, dan Bengkulu dibawahnya dengan jumlah 82 konflik," kata Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan RI, Novianto Bambang di Bengkulu, Kamis (12/6).

Kemenhut mendata kasus konflik itu terjadi antar penduduk setempat dengan satwa liar, yakni Harimau Sumatra. "Untuk jumlah keseluruhan konflik harimau dan manusia yakni berjumlah 395 kejadian, yang terjadi di sembilan daerah," katanya.

Selanjutnya dia menjelaskan, di Jambi terdapat 70 kasus, Lampung 47 kasus, Sumatera Barat 36 kasus, Riau 26 kasus, Ulu Masen (Aceh) 15 kasus, Sumatera Utara 11 kasus, urutan terendah di Sumatera Selatan, yakni 2 kasus. "Konflik ini terjadi akibat habitat satwa liar bersinggungan atau tumpang tindih dengan areal pemukiman, perkebunan dan pertanian," kata Bambang.

Sekitar 80 Persen populasi berada di luar kawasan konservasi karena sebagian besar kawasan hutan telah dikonversi untuk pembangunan sehingga banyak habitat yang hilang. "Satwa liar yang diganggu, diburu, diracun dan dijerat seringkali menjadi sangat beringas dan agresif," ucapnya.

Sementara itu, organisasi peduli lingkungan hidup di daerah itu, Lingkar institut mencatat jumlah konflik manusia dan satwa liar di provinsi Bengkulu meningkat dari awal tahun hingga Juni 2014. "Dalam setengah tahun saja, di tahun 2014, konflik manusia dan satwa liar di provinsi Bengkluu meningkat menjadi 6 kasus dari jumlah konflik manusia dan satwa liar sepanjang tahun 2013 hanya 4 kasus," kata Direktur Lingkar Institut Bengkulu Fitriansyah.

Oleh karena tingginya kasus konflik antar manusia dengan satwa liar, Pemerintah Provinsi Bengkulu membentuk tim satuan tugas penaggulangan konflik yang terdiri dari BKSDA, TNI, Polri, Dinas Kehutanan, Pemprov Bengkulu, serta lembaga pemerhati lingkungan hidup di daerah itu.

"Dengan tim ini, kita mencoba menekan terjadinya konflik, mensosialisasikan pentingnya satwa liar dan mencegah tindakan menghakimi sendiri terhadap satwa, baik dengan menjerat, meracun dan tindakan lainnya yang bisa menyebabkan kepunahan," kata Plt Sekda Provinsi Bengkulu, Sumardi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement