REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Hasil manetic resonance imaging (MRI) menunjukkan bahwa kerusakan otak anak yang terpapar pornorafi sama parahnya dengan penemudi mobil berkecepatan tingi yang mengalami kecelakaan dan cedera otak.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Agustin Kusumayati mengatakan jika seorang anak terlalu produktif memikirkan pornografi maka akan membahayakan otaknya.
"Pornografi itu sifatnya adiktif atau membuat kecanduan. Pertama kali terpapar, anak mungkin hanya deg-degan. Pada tahapan berikutnya, jika seorang anak produktif mengakses pornografi, seperti menonton blue film, maka dia akan menjadi adiktif. Ini jelas perilaku tidak normal," ujar Agustin saat dijumpai Republika usai Seminar Nasional Remaja Berkualitas, Indonesia Sejahtera di Surabaya, Kamis (12/6).
Pornografi berikutnya akan memancing anak berperilaku di luar batas normal, misalnya berhubungan seks pranikah atau melakukan disorientasi seksual. Pacaran dengan melakukan ciuman basah misalnya, menurut Agustin, ini akan 26 kali lebih tinggi memengaruhi sikap anak untuk memulai sebuah hubungan seksual pranikah. Sementara kebiasaan berpegangan tangan dengan pacar yang bukan muhrim berpotensi enam kalinya.
Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sudibyo Alimoeso mengatakan, data 2012 menunjukkan 77 persen alasan anak melihat media pornografi adalah karena tidak sengaja. Berikutnya penasaran (9 persen), terpengaruh keisengan teman (4 persen), takut kuper (1 persen), dan lain-lain. Faktor ketidaksengajaan ini kemudian meningkat 84 persen hanya satu tahun kemudian.
"Ini berarti anak-anak remaja terlalu mudah mengakses berbagai media pornografi, terutama dari internet. Wajar saja jika Indonesia kini menjadi negara dengan persentase pernikahan usia muda tertinggi ke-37 di dunia dan kedua di ASEAN setelah Kamboja," ujar Sudibyo.
BKKBN kemudian aktif menyosialisasikan program Generasi Berencana (GenRe). GenRe akan menghindarkan remaja dari berbagai permasalahan, khususnya efek dari menikah diusia muda. Caranya pertama, melakukan promosi penundaan usia perkawinan. Sudibyo mencontohkan anak-anak perlu diingatkan kewajiban mereka untuk sekolah dan bekarya.
Kedua, penyediaan informasi kesehatan reproduksi yang luas, sehingga remaja tidak terjebak dalam aktivitas pornografi, narkoba, HIV/AIDS, dan kehamilan tak diinginkan. Ketiga, promosi merencanakan kehidupan bekeluarga dengan sebaik-baiknya, seperti kapan usia menikah ideal, kapan sebaiknya mempunyai anak dan berapa jumlah anaknya.