REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Advokasi FITRA, Maulana menilai pemberian tunjangan rumah untuk presiden dan wakilnya tidak diperlukan. Menjadi pemimpin negara adalah tugas pengabdian dan tidak seharusnya berharap imbalan ketika pensiun.
"Logika berpikir pejabat dan politik harus diperbaiki. Kerja Presiden dan wakilnya itu kerja pengabdian, paradigmanya harus diubah,' katanya kepada Republika, Kamis (12/6).
Pejabat seharusnya lebih peka melihat kapasitas fiskal yang terbatas. Selama ini ketika bicara tentag perbaikan infrastruktur misalnya, alasan keterbatasan fiskal selalu tercetus. Namun ketika bicara fasilitas untuk pejabat, anggarannya bisa disediakan.
Keputusan presiden tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang keuangan negara. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa pengelolaan keuangan negara harus berdasarkan nilai keadilan dan kepatutan.
"Kepres itu jadi ironi, karena selama ini alokasi anggaran infrastruktur belum semuanya patut dan kurang adil bagi ekonomi rakyat,' kata dia.
Jika memang anggaran disiapkan, maka sebaiknya dialihkan untuk menyejahterakan masyarakat, misalnya perbaikan transportasi publik. Semasa menjabat, presiden dan wakilnya sudah mendapatkan banyak tunjangan diluar gaji.