Oleh: Erie Sudewo*
Para pegiat zakat boleh bernapas lega. Pada 31 Oktober, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Yang diubah cuma tiga pasal, yakni pasal 18, pasal 38, dan pasal 41. tiga pasal tetap signifikan karena justru itu inti gugatan.
LAZ kini siuman dari mati suri. Partisipasi publik di ranah zakat, dipersilakan berkiprah seperti semula. Itulah inti berita dari headline Republika: “MK Revisi UU Zakat” (1 November 2013).
Begitulah zakat yang awalnya diabaikan di negeri mayoritas Muslim, tiba-tiba terusik ketika dikelola masyarakat. LAZ yang tak pernah meminta serupiah pun dari pemerintah, mengapa malah dipersoalkan.
Padahal, kiprah LAZ tegas-tegas membantu negeri atasi kemiskinan. Salah satu berkahnya, terbukti gerakan zakat yang dimotori masyarakat ini telah melahirkan lembaga baru di sebuah departemen pemerintah.
Hikmah dari Singapura
Boleh dikata LAZ tak lain adalah wujud social enterprise (SE). Di negeri lain, seperti Cina dan Singapura, SE dibantu pemerintah. Sebabnya sederhana. Kiprah mereka membantu mengatasi soal masyarakat dan kemiskinan. Bagi negeri maju, kiprah mereka merupakan aset.
Di Singapura, Persatuan Taman Pengajian Islam Singapura (Pertapis), misalnya, 60 persen dananya dibantu pemerintah. Kiprah Pertapis yang menyantuni anak-anak yatim, juga menjadi ajang bimbingan pertobatan bagi sebagian para napi di ujung hukuman. Tiga sampai enam bulan, para napi ini bekerja dan dibina rohaninya.
Untuk itu, Pertapis mendapat fasilitas fantastik. Sebidang tanah yang di atasnya berdiri bangunan lima lantai digunakan untuk pelatihan dan kantor. Pertapis juga didorong Pemerintah Singapura untuk bekerja sama dengan siapa pun dan dari negara manapun.
*Penikmat Karakter