Oleh: Erie Sudewo*
Sayangnya, gagasan ini belum berlanjut. Sebab, dunia kampus Malaysia mempunyai nuansa yang berbeda.
Di negeri jiran ini politik telah merambah kampus. Daerah yang dikuasai pembangkang, begitu mereka menyebut oposan, setengah hati dibantu pemerintah.
Jamal Othman, profesor di Universitas Kebangsaan Malaysia, berujar, “Beruntunglah pemerintah Anda beri ruang untuk lakukan banyak aktivitas.”
Kini, saya yang terkejut. Saya katakan bahwa semakin hidup LSM di sebuah negeri, itu tanda pemerintah babak belur atasi kemiskinan.
Pada awal Oktober 2013, saya berjumpa dengan Dato Azis, Pemred Harian Utusan Malaysia. Pertemuan ini tengah menjajaki kemungkinan kerja sama rubrikasi di Harian Utusan Malaysia.
Dato Azis menekankan bahwa pemerintahnya telah berhasil mengatasi banyak hal. Tetapi akibat proteksi itu, etos generasi muda Malaysia kini menyusut.
Saya jawab, manja itu satu hal. Tetapi, lebih mudah mengatasi kemanjaan ketimbang mengatasi kemiskinan. Buktinya, Rasulullah SAW tak terlampau khawatir akan kemanjaan. Yang amat beliau khawatirkan justru kemiskinan. Uswah kita pun berpesan agar umat berlindung kepada Allah SWT dari kemiskinan.
Jamal Othman menawarkan agar saya membuka chapter di Malaysia. Kali ini saya betul-betul terkejut. Negeri jiran itu mengajak kerja sama untuk berbuat kebajikan. Sedangkan di Indonesia, malah ada sebagian pihak berharap agar LAZ ditutup.
Beruntunglah gagasan membungkam LAZ tak disetujui MK. Jika disetujui istighfarlah sebab mereka harus bertanggung jawab atas terputusnya berbagai kebajikan memberdayakan fakir miskin.
Pepatah Arab berpesan, “Jika ingin cepat, jalanlah sendiri. Jika ingin berjalan lama dan jauh, berjamaahlah”. Ketika kita lakukan sendiri, banyak problem yang kita peroleh. Ketika kita bekerja sama, banyak hal positif kita kembangkan.
Maka tak usah lagi melihat LAZ sebelah mata, tak usah lagi menempatkan LAZ sebagai pesaing. Kini saatnya kita bekerja sama. Percayalah lawan kita bukan sesama lembaga. Lawan kita adalah kemiskinan.
*Penikmat Karakter