REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) kembali mengingatkan negara-negara sedang tumbuh (emerging markets) untuk melakukan reformasi strukutral. IMF beralasan emerging markets sedang menghadapi perlambatan ekonomi serius akibat faktor eksternal dan internal.
Reformasi struktural yang dimaksud terkait dengan perbaikan fiskal, pengurangan subsidi, membuka pasar yang lebih luas, dan adanya pendalaman sektor finansial di dalam negeri. "Reformasi struktural yang lambat menyebabkan pertumbuhan sulit terangkat," demikian pernyataan IMF, Jumat (13/6).
IMF baru saja merilis hasil kajian tentang pertumbuhan ekonomi di emerging markets bertema Emerging Markets in Transition: Growth Prospects and Challenges. Ini merupakan kajian teknis ekonomi atas persoalan produksi, konsumsi, dan finansial di emerging markets.
IMF mengatakan perlambatan eksternal terjadi karena masih bermasalahnya permintaan dari Cina dan beberapa negara Barat. Volume perdagangan antarnegara pun tercatat menurun tajam dibandingkan pada awal tahun 2000-an.
Reformasi struktural, lanjut IMF, bisa menjadi pijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. "Emerging markets butuh mesin-mesin alternatif untuk menggiatkan perekonomiannya," kata IMF.
Emerging markets terdiri dari negara-negara di Asia dan Amerika Latin yang sempat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global. Kini, seperti dijelaskan IMF, lanskap perekonomian telah berubah di mana emerging markets tidak lagi menjadi mesin pertumbuhan utama.
IMF menyebut negara-negara maju seperti AS dan Eropa kembali memimpin ekonomi dunia dengan mesin-mesinnya. Pemulihan, jelas IMF, sudah terlihat di sana meski belum memberikan dampak besar bagi perekonomian global.