Ahad 15 Jun 2014 00:07 WIB

Pemberian Rumah untuk Mantan Presiden Jangan Bebani Negara

Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Foto: Republika/Agung Supriyanto;
Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan pemberian rumah untuk mantan Presiden/Wakil Presiden sebaiknya tidak sampai membebani keuangan negara.

"Rumah yang akan diberikan harus melihat unsur kepantasan, tetapi nilainya tidak boleh terlalu besar hingga membebani anggaran negara," ujar Said Salahudin di Jakarta, Sabtu (14/5).

Menurut dia, pemberian rumah dan besaran nilainya itu tidak ditetapkan oleh Presiden saat dia menjabat, agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. "Jadi di satu sisi saya anggap wajar pemberian rumah kepada SBY dan Boediono, tetapi saya nilai keliru jika aturan tentang pemberian rumah itu baru diterbitkan sekarang," kata dia.

Ia mengutarakan seharusnya penetapan pemberian rumah oleh negara ditetapkan oleh Presiden pada periode sebelumnya, dan bukan pada periode di mana Presiden dan Wakil Presiden sedang menjabat. "Nah, ini semua sebetulnya bermula dari Megawati yang pada saat dirinya berkuasa justru mengalokasikan rumah seharga Rp20 miliar untuk dirinya sendiri sebagai Presiden pada saat itu. Akhirnya terus ditradisikan," kata dia.

Di Amerika Serikat, misalnya, terhadap suatu pemberian untuk anggota Kongres baru bisa diberlakukan untuk anggota Kongres yang akan datang, setelah pemilihan umum berikutnya, dan bukan untuk anggota Kongres yang menetapkan UU tersebut.

Demikian pula kompensasi untuk Presiden yang diatur dalam Konstitusi Amerika pada article II section 6, yang menyatakan Presiden berhak menerima kompensasi yang tidak boleh dinaikkan atau dikurangi selama waktu dia menjabat. "Nah, itu yang benar. Aturan itu dimaksudkan agar penyelenggara negara tidak menyalahgunakan kekuasaan. Apabila penyelenggara negara menetapkan aturan untuk dirinya sendiri, itu bisa membuka peluang abuse of power," ujar dia.

Dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014 yang akan menetapkan pengganti Presiden Yudhoyono - Wapres Boediono diikuti dua pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement