REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Menurutnya, pilihan bahasa tersebut untuk saat ini lantaran mayoritas Muslim di Jepang bisa berbahasa Inggris karena kebanyakan mereka juga datang dari Timur Tengah, Malaysia, Indonesia, Bangladesh, dan lain-lain.
“Tapi, kami juga memikirkan penggunaan bahasa lainnya untuk aplikasi tersebut,'' tutur Agung, seperti dikutip techinasia.com, Rabu (21/5).
Agung bersama dua rekannya yang mendirikan Laboratorium Kyusu, Dai Oshiro dan Hironori Goto, mengembangkan dan meluncurkan Halalminds secara swadaya. Proyeknya itu menghabiskan sekitar 2.000 dolar AS dari dana pribadi. “Tapi, memang belum cukup,'' kata Agung.
Trio ini sedang mencari investor yang tertarik untuk terlibat dalam proyek yang diyakini Agung cukup menjanjikan dan nyaris tanpa saingan ini. Diakuinya, sulit untuk melakukan pengembangan yang cepat jika kurang ditunjang pendanaan yang baik.
Mereka ingin mengembangkan produk lainnya yang berkaitan dengan industri halal. Halalminds bisa menyebar sedemikian cepat dan dikenal meski tanpa didanai orang lain.
Mereka juga menjalin komunikasi dengan para pengusaha, inkubator bisnis, pemerintah, serta para praktisi bisnis di Jepang.
Beberapa orang juga sudah menghubungi mereka setelah mendengar tentang Halalminds. Agung juga yakin sebenarnya produk ini dibutuhkan pasar Asia.
Aplikasi ini siap diperkenalkan di Korea Selatan dan Taiwan. “Keduanya memiliki kondisi yang mirip dengan Jepang,'' ungkap Agung.
Studi terbaru mengklaim, industri pangan halal global mencapai satu triliun dolar AS dan diprediksi akan tumbuh menjadi 10 triliun pada 2030.
Ditambah tren kunjungan wisatawan Muslim ke Jepang yang meningkat, terutama dari negara Asia Tengara, Halalminds bersiap menangkap peluang ini.