Ahad 15 Jun 2014 23:45 WIB

Di Bawah Ancaman Taliban, Warga Afganistan Tetap Coblos Pilpres

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Pemilu Afghanistan (ilustrasi)
Foto: islam.ru
Pemilu Afghanistan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL– Masyarakat Afganistan telah melakukan pemungutan suara dalam pilpres putaran dua pada Sabtu (14/6) meskipun di tengah ancaman Taliban. Sebelas orang termasuk panitia pemilu dilaporkan tewas digempur bom bus yang meledak di pinggir jalan di provinsi Samangan utara, Ahad.

Ledakan terjadi pada Sabtu malam setelah pemungutan suara ditutup. Gubernur Samangan, Khairullah Anosh mengatakan pada Reuters, tiga anggota Komisi Independen Pemilihan dan dua pengamat dari tim Abdullah Abdullah termasuk dalam korban tewas.

Total setidaknya 31 warga sipil telah tewas dalam hari-hari pemilu. Selain warga sipil yang tewas pada hari Sabtu, 11 polisi dan 15 tentara juga dilaporkan tewas dalam bentrokan. Meskipun ancaman pertempuran darah mengintai jutaan warga Afganistan, mereka tetap pergi ke bilik suara untuk menggunakan hak pilihnya.

‘’Saya dari negara ini, jadi saya tidak pernah takut ancaman,’’ kata seorang pemilih, Lajiullah Azizi yang menggunakan hak pilihnya di Kabul barat.

Ia datang ke bilik suara beberapa menit setelah bom kecil meledak di tempat ia melakukan pemilihan kandidat. Ia berharap pemilu dapat membawa perdamaian. Sekitar 11 orang dilaporkan dirawat di rumah sakit setelah tangan bertinta mereka dipotong oleh Taliban. Setiap pemilih yang telah menyalurkan suaranya ditandai dengan tinta di jari.

‘’Kami sedang dalam perjalanan pulang tapi dihentikan oleh Taliban. Mereka membawa kami ke desa mereka kemudian memotong jari kami,’’ kata seorang pria pada Reuters.

Pemungutan suara dimulai pukul tujuh pagi dan berakhir pukul empat sore waktu setempat. Pejabat segera menghitung surat suara meski dalam keadaan sulit. Kotak suara diangkut dengan keledai dari beberapa tempat untuk disatukan.

Kepala komisi pemilihan Ahmad Yousuf Nuristani mengatakan jumlah suara yang masuk berjumlah lebih dari tujuh juta. Jumlah tersebut hampir sama dengan jumlah suara pada putaran pertama bulan April lalu. Jumlah pemilih seharusnya berjumlah 12 juta orang.

Di sekitar 333 tempat pemungutan suara (TPS) jumlah pemilih begitu tinggi sehingga mereka kekurangan kertas suara. Namun, sekelompok warga juga tampak telah apatis. Seorang guru sekolah di Wardak mengatakan sebagian warga kehilangan kepercayaan pada pemilu. ‘’Mereka berpikir suara mereka tidak berguna,’’ kata dia.

Beberapa tempat pemungutan suara harus terlambat buka bahkan tidak jadi buka sama sekali karena alasan keamanan. Sabtu malam pasca pemungutan suara, kedua kandidat telah siap dengan hasil dan komplennya masing-masing.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement