REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Implementasi penegakan hukum bagi pelaku kejahatan seksual dinilai belum maksimal. Vonis hukuman dinilai belum setara dengan dampak bagi korban terutama anak-anak.
Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Ratna Susianawati, mengatakan kasus kejahatan seksual dan maraknya konten pornografi anak harus menjadi perhatian bersama.
"Dampaknya sangat luar biasa. Harus diterapkan hukuman maksimal kepada pelaku. Melihat dampak psikologis pada anak, hukuman yang diberikan tidak sepadan," jelas Ratna saat dihubungi Republika, Jumat (20/6).
Menurutnya, kasus paedofilia yang saat ini marak merupakan kejahatan seksual. Bahkan sudah tergolong penyakit masyarakat. Hal itu cukup memprihatinkan lantaran dampak kepada anak yang menjadi korban bisa mengalami trauma berkepanjangan. Yang perlu menjadi perhatian, pelaku paedofil biasanya adalah korban paedofil sebelumnya.
Ratna menilai regulasi di Indonesia sudah cukup jelas mengatur tentang pornografi.
"Di dalam undang-undang sudah cukup jelas mengatur, tinggal bagaimana perangkatnya menegakkan hukum. Saya rasa perlu komitmen semua pihak. Karena melihat dampaknya terhadap anak," imbuh Ratna.
Ratna mengatakan, anak yang menjadi korban kekerasan seksual bisa mengalami trauma berkepanjangan. Namun, anak yang mengonsumsi konten porno lebih berbahaya. Selain menimbulkan efek adiktif atau kecanduan, bisa berdampak pada kesehatan.
Berdasarkan penelitian medis, hal itu bisa menyebabkan kerusakan otak kecil. Kerusakan otak akan berdampak anak melakukan sesuatu di luar kendali.