REPUBLIKA.CO.ID, GOTHENBURG-- Mulai tanggal 1 Juli 2014, sebuah kota di Swedia Gothenburg mencoba untuk menjawab pertanyaan sederhana yang bisa memiliki implikasi besar: Apakah enam jam kerja dalam sehari lebih baik daripada delapan jam kerja dalam sehari?
Dalam sebuah percobaan, Kota Gothenburg meminta satu kelompok pegawai pemerintah untuk bekerja enam jam sehari, sementara yang lain akan terus bekerja delapan jam dalam sehari seperti biasa. Hasil percobaan akan digunakan untuk memutuskan apakah kota ini akan mengubah lama jam kerja mereka atau tidak.
Percobaan ini telah menarik perhatian dunia, lantaran menjawab banyak kegelisahan banyak orang yang merasa bosan dalam bekerja. Tapi apakah percobaan ini berjalan sukses? Kota lain di Swedia pernah pula melakukan percobaan yang sama. Namun setelah mencoba menerapkan aturan 6 jam kerja dalam sehari, pemerintah kota memutuskan untuk kembali ke standar delapan jam kerja pada tahun 2005. Tidak jelas apa yang akan berbeda kali ini.
Mats Pilhem, seorang politisi lokal yang mendukung rencana ini, merasa bertanggung jawab untuk menjelaskan rencana partainya (Vänsterpartiet, atau Partai Kiri) yang turut bergabung untuk mendukung percobaan ini. "Kami pikir itu adalah reformasi dalam mengubah ritme hidup menjadi lebih baik," tulis Pilhem dalam sebuah e-mail.
Dalam sebuah wawancara dengan The Washington Post, Pilhem menjelaskan bahwa rencana pemotongan jam kerja ini demi meningkatkan kinerja para pegawai pemerintahan. "Dengan begini pegawai akan lebih bahagia. Efek selanjutnya, mereka akan lebih sehat sehingga kinerja lebih baik," ujarnya.
Alasan lainnya, menurut Pilhem, adalah demi meningkatkan kesempatan kerja. "Para wanita akan memiliki kesempatan kesempatan kerja yang sama dengan pria. Wanita karir akan punya waktu lebih untuk anak mereka di rumah," tambahnya.
Pilhem menyatakan, bila percobaan ini membuktikan bahwa teori bekerja enam lebih baik, maka pemerintah kota Gothenburg akan ketok palu untuk memutuskan kebijakan ini. Lantas apakah kebijakan ini mungkin diterapkan di Indonesia? Kita lihat kebijakan dari presiden terpilih nanti.