REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Setiap bulan ruwah menjelang Ramadhan di Keraton Yogyakarta ada tradisi ziarah kubur ke makam ''Kagungan Ndalem" (milik raja) yakni di Imogiri dan Kotagede yang dilaksanakan oleh abdi dalem utusan Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono yang disebut "kutho moro".
Hal itu dikemukakan Penghageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta KRT Jataningrat atau dikenal dengan sebutan Romo Tirun pada ROL, Ahad (22/6). Tradisi itu biasanya dilaksanakan setiap tanggal 15 Ruwah dan sebelum dilakukan nyadran oleh keluarga Keraton.
"Kutho moro" dimaksudkan sebagai simbol bahwa kedatangan "Kebesaran" atau utusan Sultan (abdi dalem) datang berziarah ke makam untuk membawa wewangian (minyak, ratus dan bunga) supaya di sekeliling makam beraroma wangi. Wangi-wangian tersebut diserahkan oleh abdi dalem kepada juru kunci.
Setelah adanya utusan Sultan ke makam, baru kemudian dari keluarga raja dan kerabatnya melakukan nyadran dan hal ini juga dilakukan oleh kebanyakan masyarakat Jawa menjelang Ramadhan. Raja Keraton tidak datang ke makam, melainkan mengirim utusan abdi dalem karena Raja merupakan pemimpin.
Nyadran ini dimaksudkan untuk membersihkan diri sebelum puasa yang disimbolkan dengan membersihkan makam dan mendoakan para leluhurnya yang sudah meninggal agar para leluhur dan keluarga yang telah meninggal diterima Allah swt sesuai dengan amal ibadahnya dan keluarga yang melakukan Nyadran diterima puasanya oleh Allah swt.
Selain itu menjelang puasa juga ada acara padusan yang dimaksudkan untuk membersihkan diri dan hatinya. Kalau Raja Keraton Yogyakarta dan keluarganya biasanya padusan dilakukan di kediaman masing-masing, jelas Romo Tirun.
Setiap menjelang Ramadhan keluarga Keraton dan juga masyarakat Jawa umumnya ada tradisi Ruwahan. Dalam tradisi Ruwahan ini biasanya membuat apem, ketan dan kolak. ''GKR Hemas (red. permaisuri Sultan Hamengku Buwono X) juga sudah membuat apem dan saya telah dikirimi,''ungkap dia.
Apem berasal dari kata "afun" yang berarti maaf. ..Ruwahan ini dilakukan sesuai dengan perkembangan ajaran Islam dan tradisi tersebut diajarkan oleh para wali. Biasanya yang mendapat kiriman apem juga membalas dengan mengirimi apem yang bermakna saling memaafkan sebelum melaksanakan ibadah puasa.