leh: Nashih Nashrullah
Mayoritas setuju ikhtilaf al-mathali’ tidak berlaku.
Berbagai upaya ditempuh para ulama dulu dan kini untuk menyatukan sistem penanggalan. Tak terkecuali, dalam kasus penentuan awal Ramadhan, Syawal, atau Dzulhijah, bentuk usaha tersebut ialah mendalami kemungkinan penyatuan acuan bagi mathali’ atau titik terbitnya hilal.
Diskusi pun menyeruak. Pembahasan berkutat pada persoalan, seberapa jauh kemungkinan penetapan awal bulan itu bila hilal telah terlihat di negara tertentu. Ataukah, negara masing-masing memiliki titik kemunculan hilal sendiri?
Kajian atas topik itu pun menghasilkan kesimpulan beragam. Pada 1966 Dewan Kajian Islam yang berada di bawah Institusi al-Azhar Mesir menggelar konferensi yang melibatkan para pakar astronomi dan ulama dari berbagai negara.
Forum berkesimpulan, bahwa ikhtilaf al-mathali’ atau negara masing-masing memiliki titik terbit hilal sendiri, tak bisa dibenarkan sekalipun jarak antara satu negara dan lainnya berjauhan.
Selama negara-negara tersebut saling bertemu waktu malamnya meski sebentar, mestinya tidak diperbolehkan memiliki titik hilal sendiri-sendiri. Bila negara-negara itu tidak saling berpapasan waktu malamnya, ketentuan perbedaan titik hilal itu dianggap berlaku.
Ketetapan ini dipertegas dalam Konferensi Komite Fikih Islam Internasional. Pada 1986 lembaga yang berada di bawah Organisasi Kerja Sama Islam itu menegaskan, tampaknya hilal di suatu negara berlaku pula untuk negara lainnya.
Ini merujuk pada fakta bahwa rukyat berlaku untuk keseluruhan tanpa ada spesifikasi wilayah tertentu. Sebelumnya, pada 1979 Komite Fikih Liga Dunia Islam mengeluarkan pandangan yang berbeda, yakni pemberlakuan titik muncul bagi negara masing-masing.