Rabu 25 Jun 2014 14:18 WIB

Sanksi Menunda Qadha Puasa (2-habis)

Mereka yang sakit terus-menerus tidak diharuskan mengqadha puasa dan tidak pula membayar kafarat.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Mereka yang sakit terus-menerus tidak diharuskan mengqadha puasa dan tidak pula membayar kafarat.

Oleh: Nashih Nashrullah

Ada juga kasus lain, yaitu hukum mengganti puasa bagi orang yang sakit berkelanjutan. Bagaimana cara mengqadhanya? Menurut Syekh Jawad, mereka yang sakit terus-menerus tidak diharuskan mengqadha puasa dan tidak pula membayar kafarat.

Ini sesuai dengan pendapat mayoritas empat mazhab. Sedangkan, menurut Mazhab Imamiyah, pelaksanaan qadha gugur, tetapi ia tetap wajib membayar kafarat sebagaimana tersebut di atas.

Syekh Jawad juga menyinggung soal hukum mengakhirkan qadha puasa Ramadhan dengan niat mengqadhanya sebelum Ramadhan kedua. Ini agar ia dapat bersambung antara pelaksanaan qada yang telah lalu dengan Ramadhan yang akan datang.

Pertanyaannya, bagaimana bila di tengah perjalanan, sebelum niatan itu terlaksana, ada uzur yang menghalanginya? Menurutnya, para ulama mazhab berpendapat ia harus membayar kafarat.

Bagaimana bila sebelum terlaksana niatannya itu, ia meninggal dunia? Syekh jawad mengatakan, dalam kasus seperti ini maka yang wajib mengqadha ialah para ahli warisnya.

Kewajiban itu mengatakan, pada kasus seperti itu maka yang wajib mengqadha ialah para ahli warisnya. Kewajiban ini berada di pundak anak paling tua. Pendapat tersebut disuarakan oleh Mazhab Imamiyah.

Sedangkan, menurut Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali, anak yang tertua tersebut harus menyedekahkan hartanya satu mud setiap hari untuk puasa yang ditinggalkan orang tuanya. Menurut Mazhab Maliki, sang wali harus menyedekahkannya selama ia berwasiat untuk bersedekah. Tetapi, bila tidak, ia tidak wajib bersedekah.

Bila kasus orang berutang puasa dan meninggal sebelum membayar puasanya, Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Fikih Wanita mengatakan, utang puasa tersebut boleh digantikan oleh walinya. Ini sebagaimana hukum yang berlaku dalam haji.

Pendapat itu merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA. “Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan meninggalkan kewajiban qadha puasa maka hendaklah walinya berpuasa untuk menggantikannya.” (HR Bukhari).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Tahu gak? kalau ada program resmi yang bisa bantu modal usaha.

1 of 8
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًاۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.

(QS. Ali 'Imran ayat 118)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement