REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sebuah sekolah dasar di Melbourne, Kew Primary School sudah mengukuhkan kepada orang tua murid bahwa pendidikan agama di sekolah itu akan dihentikan karena alasan "operasional". Namun, orang tua murid mengatakan bahwa penutupan ini karena desakan dari masyarakat setempat.
Pelajaran agama di sekolah negeri di Australia bukan pelajaran wajib, dan hanya disediakan bila ada murid-murid yang memang berminat di sekolah tersebut. Biasanya yang memberikan pelajaran adalah mereka yang berasal dari kalangan pengurus agama di gereja, masjid atau pusat keagamaan lain. Sehingga mereka bukanlah guru yang sudah bersertifikasi.
Hal ini juga yang menimbulkan kontroversi karena semua guru pelajaran lain adalah guru yang bersertifikasi. Pelajaran agama juga banyak mendatangkan debat di kalangan yang tidak setuju karena dianggap materi yang diberikan bersikap satu arah dari guru ke murid tanpa kemungkinan untuk didebat.
Menurut ABC, SD Kew sekarang mengumumkan bahwa kelas pendidikan agama, yang difasilitasi oleh organisasi Kristen ACCESS Ministries, akan berhenti setelah berakhirnya kuartas kedua sekolah pada tanggal 27 Juni.
Salah seorang wali murid Jacqui Tomlins, yang anak-anaknya bersekolah di Kew menyambut baik keputusan tersebut. "Hal ini menjadi keprihatinan saya selama beberapa waktu dan keprihatinan orang tua murid yang lain juga, " ucap Ms Tomlins Radio 774 ABC Melbourne.
Tomlins menjalani hubungan sesama jenis dan menulis di blognya yang menggambarkan Access Ministries sebagai (berpikiran) sempit, (penuh) prasangka, dan homophobic.
Ia mengatakan perubahan berlangsung melalui beberapa kali obrolan dengan orang tua murid lain di sekolah.
Obrolan tersebut berakibat pada banyaknya (orang tua murid) yang menarik anaknya dari kelas pendidikan agama.
Tomlins mengatakan ia tidak anti-agama. "Saya banyak berdiskusi dengan orang-orang mengenai keimanan, "tambahnya.
"Bahkan orang-orang yang anaknya mengikuti pendidikan agama menyadari bahwa pemahaman agama yang mereka peroleh tidak cukup memenuhi harapan mereka."
Meskipun kelas (pendidikan agama) merupakan pilihan, Tomlins mengatakan tetap saja ini mengganggu pendidikan murid-murid. "Ini mengambil waktu selama jam sekolah," tambahnya.
"Menurut peraturan (murid-murid yang memilih) tidak diperbolehkan untuk melaksanakan kurikulum.
Keputusan 'operasional'
Kepala sekolah menengah Kew, James Penson, mengatakan bahwa keputusan dibuat "berdasar alasan operasional."
'Keputusan saya sudah dibuat berdasar sejumlah rata-rata pelajar yang memilih bergabung dengan program tersebut, tidak berdasar kualitas atau isi dari program atau penyampaiannya, "tambahnya.
Sekolah-sekolah di Victoria harus menyediakan pendidikan agama bila didekati oleh penyedia jasa akreditasi.
Satu-satunya pengecualian adalah bila kepada sekolah memutuskan bahwa kurangnya guru yang tersedia untuk mengawasi murid-murid
Penson mengatakan pada awal tahun 30 persen murid-murid mengambil kelas tersebut.
Tapi, sepanjang program berjalan, beberapa orang tua murid menarik anaknya dari keikutsertaannya di program tersebut.
Hanya 20 persen murid-murid Sekolah Menengah Kew yang saat ini menghadiri kelas mingguan, maka sekolah memutuskan untuk menghentikan program.
"Hal ini sangat, sangat sulit untuk menjalankan program dimana hanya satu dari lima murid yang berpartisipasi, ucap Mr Penson.
"Saya bertemu dengan Access Ministries dan menjelaskan alasan kami.
"Mereka sangat kecewa tetapi bisa menerima keputusan kami."
Penson mengatakan ia ingin mengucapkan terimakasih kepada relawan Access Ministries karena sudah memberi dukungan positif untuk sekolah.
Tomlins mengatakan bahwa ia sangat senang dengan cara sekolah menangani situasi ini.
'Saya senang dengan keputusannya tetapi saya juga senang dengan prosesnya," ucapnya.