REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Pemilihan parlemen baru Libya berjalan lambat. Kurang dari sepertiga warga Libya di melakukan pemungutan suara, Rabu (25/6).
Kamera live dari stasiun berita Libya menunjukan banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang kosong. Sebagian TPS di wilayah Derna, Khufra, dan Savra bahkan ditutup untuk alasan keamanan. Pada pukul 17.30 waktu setempat, sekitar 400 ribu pemilih tercatat telah memberikan suara mereka.
Jumlah suara dalam pemilihan anggota parlemen Libya kali ini jauh lebih rendah dari sebelumnya. Dalam pemilu bebas pertama yang digelar Libya pada 2012 lalu, sebanyak 2,8 juta warga terdaftar mengikuti pemilihan. Pada pemilihan parlemen kedua ini, jumlah pemilih terdaftar hanya mencapai 1,5 juta.
Para pejabat Libya mengatakan pemilu ditujukan untuk memperkuat kewenangan pemerintah pusat. Hal ini menyusul kondisi keamanan dan ekonomi di Libya cenderung tidak stabil pasca penggulingan Muammar Gaddafi pada 2011.
Dalam beberapa bulan terakhir, kondisi keamanan semakin parah dengan serangan yang dilancarkan oleh kelompok oposisi Tentara Nasional Libya (LNA). Kelompok yang dipimpin pensiunan Jenderal Khalifa Haftar kerap melancarkan serangan pada kelompok yang mereka tuding sebagai islam garis keras di Benghazi. LNA juga menyalahkan Pemerintah Libya yang ia nilai gagal melakukan pengamanan di negara itu.