REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Petinju legendaris Muhammad Ali pernah melempar medali emasnya di tahun 1960 ke Sungai Ohio di Kentucky, sebagai bentuk protes atas rasisme. Kini, seorang pembuat film dari Wollongong, Australia, mencoba untuk menemukannya.
Pembuat film Philip Boastwain tidak memulai karirnya dari film dokumenter yang biasa. Ia ingin meminta bantuan ahli arkeologi untuk membantu menemukan medali emas milik Ali yang diperolehnya pada tahun 1960. Medali tersebut, menurut dugaan, berada di dasar Sungai Ohio.
"Ini merupakan tugas berat tetapi kami berpendapat apapun yang berharga (untuk dilakukan) akan selalu dirasa berat," ucap Boastwain, baru-baru ini.
"Ketika pertama kali saya mendengar kisah tersebut, saya terpesona dengan fakta bahwa seseorang mau membuang medali emas ke sungai, tetapi ketika banyak hal terjadi dalam hidup saya dan saya belajar mengenai rasisme, saya mengerti mengapa Ali membuangnya."
Ini adalah kisah yang secara perlahan dilahap oleh pembuat Film dari Illawara, yang menghabiskan waktu selama 12 bulan mencari bahan bacaan mengenai petinju terhebat di dunia dengan membaca lebih dari 24 buku dan menonton 'setiap detil mengenai' Ali.
Masalahnya dengan kisah tersebut adalah ada beberapa pertanyaan serius apakah petinju tersebut mengarang kisah tersebut.
Dia, bagaimanapun, mendapat julukan 'Lousville Lip' karena bicaranya yang cepat dan lugas.
Pada tahun 1996 di Olimpiade Atlanta, komentator Bob Costas mengatakan kisah tersebut dimunculkan semata karena Ali kehilangan medali tersebut.
Tetapi Boastwain mengatakan ia percaya cerita aslinya, khususnya setelah membaca di autobiografi Ali dari tahun 1975, dan menyinggungnya lagi saat wawancara dengan Oprah Winfrey pada tahun 2001.
"Saya hanya ingin tahu mengapa ia membuat cerita itu--kini ia terkena penyakit Parkinson--apa yang ingin ia peroleh di usia hidupnya kini dengan cerita tersebut?" katanya.
Setengah film dokumenter ini akan menguji apakah benar ia melempar medalinya ke sungai, sebagaimana dikatakan oleh teman-temannya dan komentator, dan setengahnya akan menampilkan pencarian di bawah air.
Boastwain sudah mengajukan permintaan ke Ali Foundation untuk wawancara dengan anggota keluarganya.
Ia juga meminta bantuan dari perusahaan yang berbasis di Melbourne yang mengkhususkan arkeologi maritim. Termasuk mencari kapal yang hilang dari Perang Dunia I dan II.
Pemilik perusahaan Mark Ryan yakin ia akan bisa menemukan medali tersebut bila benar medali itu ada di sana.
"Dari sudut pandang film, akan sangat fantastis untuk menemukan medali, tetapi secara realistis dari sudut pandang cerita, alasan mengapa ia membuangnya dan kemudian melakukannya, akan menjadi kisah yang bagus," tambah Boastwain.
"Untuk menuntaskan film kita harus melakukan riset secara menyeluruh baik menemukannya atau tidak."
Tetapi ini merupakan proses yang mahal -- tidak hanya untuk biaya eksplorasinya, tetapi juga untuk membeli arsip-arsip yang dibutuhkan untuk film.
Boastwain sudah mencoba mencari dana melalui website Kickstarter untuk memperoleh $100,000, tetapi belum memenuhi target.
Ini berarti ia harus bekerja sama dengan perusahaan produksi atau mencari investor untuk mendanai filmnya.
Boastwain mengatakan, terlepas darimana dana itu berasal, film akan tetap dibuat, dan bila medali ditemukan, ia ingin menunjukkan kepada Ali, yang biasa dipanggil, the Greatest.
'Bila kami menemukannya, tidak ada jalan lain, kami akan menunjukkan kepadanya. Saya bangun di malam hari dan berpikir saya akan menemukannya," papar Boastwain.