REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Hukum calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mendesak Polri segera memperjelas status penyelidikan terhadap beberapa kasus dugaan kampanye hitam.
"Sampai sekarang sudah ada empat laporan dugaan kampanye hitam yang disampaikan pihaknya ke kepolisian," kata Ketua Tim Hukum Capres dan Cawapres Jokowi-JK, Trimedya Panjaitan di Jakarta, Kamis (26/6).
Sebanyak empat kasus itu, antara iklan 'RIP Jokowi', kasus pemalsuan tanda tangan Jokowi seakan-akan meminta penundaan pemeriksaan dugaan korupsi pengadaan bus Transjakarta diduga melibatkan Edgar Jonathan, kasus Tabloid Obor Rakyat, dan kasus terkait dengan transkrip pembicaraan Basrief Arief dan Megawati Soekarnoputri.
"Dari empat laporan itu, memang polisi terkesan lamban menanganinya. Ada beberapa menurut kami yang sebenarnya tak susah. Misalnya soal iklan RIP, Tabloid Obor, dan kasus tanda tangan palsu," ujar politikus PDIP itu.
Anggota Komisi III DPR Itu beranggapan pihak kepolisian terlalu normatif dalam melaksanakan kerja penyelidikannya. Misalnya, ketika memanggil ahli A dan tak datang, seharusnya bisa segera diganti ke ahli lainnya. Dia mengakui bahwa Polri membutuhkan keterangan tambahan dari saksi dan ahli, sebelum menyematkan status tersangka kepada seseorang.
"Tapi kan ini harus diingat juga, bahwa penanganan perkara ini tak biasa. Karena kasus-kasus ini menyangkut capres, seharusnya ada tindakan ekstra dari kepolisian. Jangan diperlakukan seperti tindakan ke perkara umum yang biasa," kata Trimedya.
Sebab, kata dia, kalau tidak ada tindakan kepada para terduga pelaku, maka tidak akan ada efek jera terhadap siapapun pelakunya. Padahal, katanya, tindakan para terduga pelaku memengaruhi proses pilpres yang sedang berlangsung.
"Kita senang pernyataan Kapolri soal Tabloid Obor. Tapi faktanya sekarang penanganan kasusnya tak berjalan. Si penerbit malah seakan menantang karena sudah merancang edisi terbarunya," katanya.
Dia juga mendesak Dewan Pers agar bisa memenuhi panggilan Polri sebagai saksi ahli. "Tak perlu datang ke DPR, karena proses penegakan hukum itu di kepolisian. Ini supaya proses penegakan hukum cepat dan tak ada alasan Polri untuk tak segera menindaklanjuti. Kita harap polisi dibantu," katanya.