REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perumahan Rakyat menegaskan rumah bersubsidi dari pemerintah bukan untuk keperluan investasi tetapi untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Kami berharap masyarakat tidak menjual rumah bersubsidi yang telah dimilikinya," kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera Sri Hartoyo dalam rilis Humas Kemenpera yang diterima di Jakarta, Kamis (26/6) malam.
Menurut Sri Hartoyo, hal itu karena pasokan rumah bersubsidi saat ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan rumah masyarakat yang terus meningkat setiap tahun.
Ia mengakui masih ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan menginvestasikan uangnya dengan membeli rumah bersubsidi yang harganya murah.
Hal itu, ujar dia, sangat merugikan karena masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi sasaran pembangunan rumah bersubsidi malah tidak dapat membeli rumah bersubsidi tersebut. "Rumah bersubsidi itu bukan untuk investasi masyarakat yang memiliki modal besar, tapi untuk membantu mereka yang berpenghasilan rendah agar dapat memiliki rumah yang layak huni," katanya.
Untuk mendorong daya beli MBR terhadap rumah bersubsidi tersebut, Kemenpera mendorong agar masyarakat bisa memanfaatkan KPR dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Keuntungan dari skema FLPP tersebut antara lain memiliki suku bunga yang sangat rendah yakni 7,25 persen dan angsuran ringan dan tetap selama masa tenor angsuran.
"Masyarakat harus benar-benar memanfaatkan rumah subsidi untuk penghunian dan tidak menjual rumah tersebut," tegasnya.
Ia mengingatkan, pemerintah telah membuat sanksi-sanksi pada masyarakat yang melakukan pengalihan rumah subsidi yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Sri Hartoyo menerangkan, ke depan apabila masyarakat benar-benar terpaksa menjual rumah bersubsidi tersebut maka mereka harus menjualnya kembali melalui pemerintah.
"Hal ini untuk mengendalikan harga jual rumah subsidi dan menjaga agar peruntukan rumah subsidi memang benar-benar tepat sasaran," katanya.